Kota Batu
24 Desa Digembleng Pembinaan dan Pengembangan Desa Wisata
Memontum Kota Batu—Dinas Pariwisata (Disparta) Kota Batu gelar pembinaan dan pengembangan desa wisata. Embrio wisata sekitar 100 undangan terdiri dari kepala desa, pengelola desa wisata dan kelompok sadar wisata (pokdarwis) dari 24 desa/kelurahan.
dr Endang Triningsih Asisten Bidang Pembangunan Setda Kota Batu mengatakan, dalam dunia pariwisata pemerintah berkomitmen ingin mengangkat Kota Batu dalam dunia wisata dari seluruh potensi yang dimiliki. Namun, konsep pariwisata nantinya tidak boleh merubah, merusak dan eksploitasi alam. Konsep pengembangan desa wisata. lanjut dia, ke depan bukan lagi mengembangkan wisata buatan.
“Sebab, potensi Kota Batu sejak lama menjual kondisi alamnya yang asri. Kota Batu tidak ada duanya tentang alam. Maka edukasi dan ekonomi perlu disampaikan, perlu mempertahankan ekologi yang sudah ada, ” jelas mantan Kadinkes ini, Selasa (10/4/2018).
Hasanaul Mardiyah Kepala Bidang Pengembangan Produk Wisata Disparta Kota Batu, tujuan agenda ini agar tercapai sinergitas pelaku desa wisata dengan keinginan pemerintah. Dipilih kemudian jadi narasumber Sugeng Handoko, pengelola Kawasan Ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran Kabupaten Gunung Kidul.
“Kami pilih pemateri dari sana karena menejemen desa wisata (Gunung Kidul) sangat bagus dan sudah terbukti bisa mensukseskan wisata desa disana, ” papar Diyah.
Kami juga berharap bisa pengalokasian anggaran dari dana desa (DD) bisa diperuntukan untuk pengembangan desa wisata maka kami undang juga dari pendamping desa.
Sugeng Handoko saat memberikan materi berharap dengan adanya pelatihan ini diharapkan masyarakat desa lebih sejahtera. Materi yang disampaikan seperti gang tematik, pengeloaan bank sampah, handy kraft dan pengeloalah lahan organik. Tujuannya supaya desa bisa memperoleh pendapatan untuk kesejahteraan warga.
“Disini juga akan digelar diskusi bersama untuk pengembangan manajemen desa wisata berbasis masyarakat. Jadi peran masyaarakat harus ada. Sehingga pemberdayaan bisa berkembang maksimal melibatkan pokdarwis, bumdes dan kiat wisata, ” papar Sugeng.
Kota Batu, tambah Sugeng, sudah dikarunia kondisi geografis yang luar biasa. Tetapi, jangan sampai terbawa trend tempat wisata lainnya yang menonjolkan spot selfie. Dikhawatirkan akan menghilangkan daya tarik wisata desa tersebut.
” Lebih baik mengangkat kearifan lokal karena dalam pengamatan saya, desa wisata yang tidak merubah kinerja mereka dan kurang berinovasi paling lama bertahan hanya dua tahun,” terang dia lagi.
Makanya, warga harus menyadari potensi apa yang dimiliki oleh desanya. Pengelola dan warga harus memiliki kiat manajemen pengembangan dan terus mempromosikan wisata desanya. Saat ditanya apakah diperbolehkan memanfaatkan dana CSR? Dia menjawab jika boleh saja, akan tetapi jangan sampai CSR tersebut membelenggu dan melabeli desa.
“Intinya harus diatur semaksimal mungkin, kesannya masyarakat desa yang membangun tidak boleh didominasi pihak luar,” tandas Sugeng. (lih/nay)