Bondowoso

Berebut Panggung Politik Honor Guru Ngaji, Sejumlah Fraksi Ikuti Jejak PKB Bondowoso

Diterbitkan

-

Berebut Panggung Politik Honor Guru Ngaji, Sejumlah Fraksi Ikuti Jejak PKB Bondowoso

Memontum Bondowoso – Sesaat setelah Ketua DPRD Bondowoso, H. Tohari melontarkan pernyataan bahwa salah satu program unggulan Bupati dan Wakil Bupati berupa honor guru ngaji dan Bosda Madin tidak masuk dalam draf APBD 2019, sejumlah fraksi di DPRD pun ikut meramaikan dan mengambil peran bahwa honor guru ngaji dan Bosda Madin harus diperjuangkan dan wajib dianggarkan meski hal itu tak dimasukkan dalam draf APBD 2019 oleh eksekutif.

Hal itu tercermin dalam rapat di sejumlah komisi dalam beberapa hari terakhir. Bahkan, komisi II DPRD Bondowoso juga turut membahas program tersebut meski porsi yang cukup besar untuk melakukan pembahasan itu ada di komisi IV.

Sebelumnya, sejumlah politisi di DPRD menuding bahwa biang kerok tidak dimasukkannya salah satu program unggulan Bupati dan Wakil Bupati itu adalah pihak eksekutif. Mereka menilai ada yang mencoba menghambat program unggulan Bupati dan wakil Bupati terpilih. Orang-orang yang mencoba menghambat program pembangunan ini nyata harus diperangi bersama.

Ketua LSM DPD Jaka Jatim, Jamharir, mengemukakan bahwa fraksi PKB cukup lihai dalam memainkan perannya di media massa. Ungkapan H. Tohari, salah satu anggota FPKB yang juga ketua DPRD Bondowoso itu seakan membuka mata semua pihak bahwa meski tidak masuk dalam draf APBD 2019 namun pihaknya tetap akan berusaha dan melakukan upaya serta berkomitmen untuk memperjuangkan nasib honor guru ngaji dan Bosda Madin selama hal itu tidak menyalahi aturan dan anggarannya tersedia.

Advertisement

Tak mau ketinggalan, panggung politik yang semula dikuasai oleh FPKB ini memantik reaksi fraksi lain di DPRD bahwa mereka juga memiliki peran dan komitmen untuk ikut serta memperjuangkan nasib guru ngaji agar mereka nanti bisa menerima nilai yang lebih dari tahun tahun sebelumnya yakni Rp. 800.000/tahun menjadi Rp. 1,5 juta/tahun dan Bosda Madin yang asalnya 8 bulan menjadi12 bulan.

“Jejak politik yang dimainkan oleh Tohari ini memaksa orang untuk ikut serta mengambil peran. PKB berhasil merebut dan menguasai emosi masyarakat. Kini tinggal bagaimana agar komitmen itu tidak hanya menjadi hiasan dinding melainkan nyata dianggakan di ABPD 2019,”katanya.

Jamharir mengaku bahwa sebenarnya, guru ngaji tidak pernah risau dan menyoal program tersebut. Mereka pun juga tidak akan melakukan demo untuk menagih janji Bupati terpilih. Namun, karena hal itu masuk ke dalam ranah politik, maka para politisi berusaah merebut simpati publik guna mendulang suara di 2019 mendatang. (cw-1/yan)

Advertisement
Advertisement
Lewat ke baris perkakas