Kota Malang

BPPM FTUB Ciptakan Digester Biogas, Olah Limbah Ternak Jadi Produk Bernilai Ekonomis

Diterbitkan

-

Penyerahan bantuan simbolis. (rhd)

Memontum Kota Malang — Dalam perkembangan teknologi, selain kotoran ternak diolah menjadi pupuk kandang, juga bisa dijadikan produk biogas, pupuk cair dan padat, campuran pelet, dan media pengembangbiakan cacing merah, sehingga memberikan nilai ekonomis bagi masyarakat, khususnya peternak.

Biogas dihasilkan dari aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik, termasuk diantaranya kotoran hewan ternak. Kotoran ternak, dalam hal ini sapi, mengandung 40-60 persen CH4 (metana) dan 30-60 persen CO2 (karbon dioksida). Melalui proses digester biogas, kandungan metana pada kotoran ternak bisa dipergunakan sebagai bahan bakar. Hal ini dilakukan Badan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (BPPM) Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (FTUB) melalui Ketua BPPM, Dr Eng. Denny Widhiyanuriyawan ST, MT, dalam membina instalasi mixer digester biogas, di Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang.

Tim BPPM FTUB bersama masyarakat peternak. (ist)

Denny mengungkapkan, BPPM FTUB membuat digester biogas dengan tipe fixed dome, yang terdiri dari 3 komponen utama, yaitu Inlet (mixer), Dome (kubah digester), dan Outlet (tempat slurry). Prinsip kerjanya, mixer berfungsi sebagai tempat untuk mencampur kotoran ternak dan air pada perbandingan tertentu. Selain itu, mixer juga berperan untuk memisahkan ramen (bekas rumput atau jerami) dari kotoran sapi, agar ramen tidak menyumbat saluran masuk yang bisa menyebabkan sedimentasi ramen pada dome. “Antara outlet dan dome diberi manhole, yang berfungsi sebagai saluran pengeluaran slurry dan jalan masuk ketika menguras dome, jika terjadi masalah pada digester,” jelas Denny.

Dilanjutkannya, jika dome sudah terisi penuh oleh kotoran ternak dan air, serta saluran gas di atas dome ditutup, maka aktivitas bakteri anaerob (bakteri metanogen) akan menghasilkan biogas di dalam dome. Tekanan biogas ini akan mendorong slurry pada sisi outlet. Jika biogas tersebut dialirkan, maka slurry pada outlet berfungsi memberikan gaya tekanan, sehingga gas akan terdorong. “Jadi prinsip kerja digester fixed dome itu sesuai dengan prinsip Hukum Pascal, terjadi keseimbangan tekanan antara digester dengan sisi outlet,” papar pria kelahiran Ponorogo, 13 Januari 1975 ini.

Dr Eng. Denny Widhiyanuriyawan ST, MT, (kiri) bersama tim BPPM FTUB meninjau mixer Digester Biogas. (ist)

Dr Eng. Denny Widhiyanuriyawan ST, MT, (kiri) bersama tim BPPM FTUB meninjau mixer Digester Biogas. (ist)

Selain biogas, slurry padat bisa diproses untuk campuran pelet dan media pengembangbiakan cacing merah. Pun untuk memenuhi kebutuhan dapur rumah tangga, biogas bisa dimanfaatkan untuk bahan bakar ekonomi produktif, seperti pembuatan kripik dan ekonomi produktif lainnya. “Sebab untuk 1 digester biogas yang terisi penuh, mampu menghasilkan biogas sekitar 50 hari. Dan biogas ini bisa untuk memasak selama 5-6 jam sehari,” terangnya.

Denny menambahkan, selain kotoran sapi dan ruminansia lainnya, bahan baku bisa diambilkan dari kotoran unggas, seperti instalasi biogas yang dibangun di Kecamatan Sumberpucung, Malang. Berawal dari polusi udara yang ditimbulkan limbah kotoran dari peternak ayam di dekat Bendungan Karangkates itu. “Peternakan tersebut merupakan salah satu mitra binaan Universitas Brawijaya. Akhirnya kita carikan solusi dengan membuat instalasi biogas. Selain masalah bau yang mengganggu bisa teratasi, biogasnya bermanfaat buat kebutuhan rumah tangga,” jelas Doktor bidang Energy dan Remote Sensing ini.

Advertisement

Menurut Denny, BPPM FTUB memberikan pelatihan cara membuat digester biogas, baik teori maupun praktek dengan melibatkan masyarakat. Tak ketinggalan cara perawatan hingga bagaimana mengatasi masalah yang kemungkinan akan muncul. Diharapkan mereka akan bisa membuat dan memelihara sendiri, kemudian menularkan ilmunya pada yang lain. “Tipe ini low maintenance sehingga mudah diimplementasikan, masyarakat tinggal mengisi kotoran ternaknya saja,” ungkapnya.

Disinggung biaya pembuatan, alumnus Pukyong National University Korea ini menyatakan tidak membutuhkan biaya besar. Untuk 1 set digester biogas fixed dome hanya menelan biaya sekitar Rp. 10 jutaan. Selama ini BPPM FTUB sudah membuat tidak kurang dari 60 unit. Proses pembuatannya cukup dikerjakan oleh 3 orang dengan durasi pengerjaan sekitar 7 hari kerja, tergantung dimensi yang diinginkan. “Dimensi mixer dibuat dengan diameter 75 cm dan tinggi 50 cm, dilengkali dengan pengaduk berbentuk seperti sisir. Sedangkan dimensi dome tergantung dari volume yang dikehendaki. Untuk kapasitas 8 m3 misalnya, diameter dome dibuat 3 m dengan tinggi 2,5 m. Dome tersebut dihubungkan dengan outlet yang berbentuk persegi panjang, dengan panjang 1,5 m, lebar 1 m, dan tinggi 1,25 m,” jelas Denny.

Denny berharap, semangat mengolah limbah menjadi produk yang mempunyai nilai ekonomi dapat menjadi ‘virus’ yang cepat menyebar. Instalasi digester biogas karya BPPM FTUB yang disumbangkan untuk peternak di Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang, merupakan hasil kerjasama dengan Petrokimia Gresik. Selain Kabupaten dan Kota Malang, masyarakat yang sudah memanfaatkan teknologi terapan ini, diantaranya dari Wonogiri, Ponorogo, Madiun, Pasuruan, dan Probolinggo. “Petrokimia Gresik memiliki banyak mitra binaan di berbagai daerah, sementara BPPM FTUB memiliki program pendampingan masyarakat. Semoga kerjasama yang sudah terjalin ini berkesinambungan. Sehingga perkembangan teknologi biogas di Indonesia, khususnya di Jawa Timur, bisa semakin meningkat,” pungkasnya. (rhd/yan)

Advertisement
Advertisement

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker

Refresh Page
Lewat ke baris perkakas