Surabaya

Demonstran Desak Pengesahan RUU di DPRD Jatim, Komisi E Tanggapi Aspirasi

Diterbitkan

-

Memontum Surabaya—–Puluhan Jaringan Jawa Timur Pendukung Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual mendatangi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur (Jatim), Senin (17/12/2018). Para demonstran tersebut mendesak agar ekskutif dan legislatif DPRD Jatim untuk segera mengajukan kepada DPR RI, agar segera membahas dan mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual tanpa menghilangkan atau menghanti substansial perspektif.

“Kami datang karena kami mempunyai harapan besar karena kami disini memahami betul kasus kekerasan seksual dan secara umum kekerasan terjadi terhadap perempuan,” ungkap Endah Triwijati, Ketua Women Crisisis Center (WCC) Savy Amira Surabaya

Menurutnya, di Indonesia setiap dua jam, terdapat tiga perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual. Lima tahun kekerasan seksual merupakan bentuk tertinggi yang terjadi di ranah publik atau komunitas.

Perkosaan merupakan kekerasan yang paling tinggi di ranah personal, 135 adalah perkosaan di dalam perkawinan dan 2.017 terjadi karena pacaran.

Advertisement

“Kalau saya melihat dari data Komnas Perempuan, semakin besar dan kemudian kekerasan seksual menjadi suatu  untuk korban melaporkan kekerasaan yang terjadi terhadapnya.

Endah menambahkan, kalaupun dilaporkan hanya 10 persen yang hanya sampai di level hukum. Menurutnya jika ada satu orang yang cerita, itu sama saja seperti 30 orang yang mengalami. Jadi angka yang ada diketerangan sangat kecil, dibanding dengan realitas yang ada.

Ia menjelaskan, RUU penghapusan kekerasan seksual  itu disusun oleh Komnas Perempuan dan Forum Pengada Layanan dan RUU tersebut. Penyusunan berdasarkan realitas.

“Realitas bahwa kasus-kasus yang ada tidak bisa bersuara ketika menyuarakan bahkan lebih sering dilihat sebagai persoalan asusila. Jadi persoalan individu yang dialami dan itu dianggap tidak penting. Yang penting dilihat oleh orang pada umumnya. Dan itu adalah pengakuan yang menyakitkan bagi korban,” keluhnya.

Advertisement

Masih menurut Endah, apalagi ketika bicara persoalan itu dialami oleh teman-teman dan anak-anak kecil yang harus dipaksa menikah dalam usia muda. Maka persoalan pendidikan hancur, kesehatan reproduksinya rusak dan kemungkinan besar mereka akan mengalami KDRT.

“Jadi kalau kita masih membiarkan terjadinya pemaksaan perkawinan atas nama tradisi maka kita sebenarnya bergerak bersama membunuh anak bangsa,” tegasnya.

Dari catatan akhir tahun, kasus-kasus kekerasaan seksual kian beragam jenisnya. Beberapa kasus yang perlu mendapat perhatian di antaranya kekerasan terhadap perempuan di dunia maya. Kekerasan tersebut mencakup penghakiman digital bernuansa seksual, penyiksaan seksual, persekusi online dan offline.

Bahkan yang lebih miris, ketika kejadian itu dialami oleh penyandang difabel. Karena menurutnya, para difabel tidak bisa menyuarakan dan mungkin tidak tahu apa yang mereka alami.

Advertisement

Dan ia menyayangkan, dengan pendekatan yang selama ini ada. Ia mencontohkan dimana jika menjadi korban, korban harus membuktikan bahwa dia mengalami kasus kekerasan tersebut.

“Ini sama saja kita kejam terhadap saudara-saudara kita sendiri,” katanya.

Dan RUU ini berfokus pada pemenuhan hak korban. Inilah yang membedakan RUU ini dengan KUHP. “Jadi prinsip untuk pengutamaan korban itu tidak boleh. Kami harap wakil rakyat bisa betul-betul menyuarakan, bahwa prinsip itu tidak boleh terhapus. Asas dan tujuan yang dituliskan di RUU itu tidak dihapus,” pungkas Endah.

Erni Wijianti anggota Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Kabupaten Malang mengku sedih jika mendengar kasus kekerasaan seksual. “Saya punya cerita, dia masih SD dia mengalami kekerasan seksual sama pakdenya sendiri dan dia tidak berani cerita dan dia baru berani cerita ketika dia sudah menginjak 19 tahun. Bahkan dia sudah menikah dua kali yang pertama dia dinikahkan karena hamil duluan dan itu karena kasus kekerasan seksual,” katanya sembari mengusap air mata yang bercucuran.

Advertisement

Kalau membayangkan itu, dirinya masih sakit juga karena ia merasa tidak bisa berbuat banyak dengan korban. Dan ia melihat data di Kabupaten Malang itu pernikahan anaknya sangat tinggi dan tidak menutup kemungkinan hal itu terjadi gara-gara kekerasan seksual.

“Saya merasa kenapa rancangan ini harus cepat-cepat disahkan. Kalau gak segera disahkan. Semua anak dibawa umur kemungkinan besar akan mengalami hal serupa. Saya takut benar- bener takut,” ungkapnya sambil terisak tangis.

Aspirasi para demonstran tersebut, langsung ditampung oleh Komisi E, selaku pihak yang menaungi permasalahan ini. Anggota Komisi E Hery Sugidono mengatakan jika nantinya DPRD Provinsi Jatim akan meminta RUU terlebih dahulu.

“Jadi kita DPRD sangat apresiasi, kami juga ingin nanti perwakilan demonstran bisa saling berkomunikasi apabila kita sudah mendapatkan RUU nya. Justru ia takut apabila RUU belum pernah dibaca pasal-pasalnya sudah ditetapkan, maka kemungkinan buruknya hilang semua keinginannya,” kata Hery.

Advertisement

Ia mengaku sudah mencatat beberapa poin-poinya, tetapi Hery tidak bisa mengaktualisasikan untuk menjawab itu. Karena ia merasa, ia sendiri juga belum tahu RUUnya. Tetapi mungkin ada kebijakan politik yang ada dalam keputusan tersebut.

“Kalau memang para demonstran ini ingin berkomitmen dengan kita. Kita sangat-sangat mendukung. Karena kita juga sudah punya keinginnan bersama. Saya tahu persis pembuatan RUU ini tahun 2017 yang notabene tahun politik. Dan saya juga tahu anggota-anggota DPR RI pada tahun ini sedang mencari suara. Pasti itu ada kefakuman,” ucapnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, dalam tahapan kefakuman tersebut hingga sampai per April itu, upaya yang paling utama adalah ia menganjurkan kepada salah satu perwakilan untuk datang ke Komisi E dan minta RUU tersebut.

“Tapi usulan ini tetap menjadi sesuatu yang normatif local wisdom. Oleh sebab itu kalau para demonstran ini menganggap dengan gerak bersama adalah hal penting, ya saya rasa ini sudah menjadi sesuatu yg luar biasa,” kata Hery. (sur/ano/yan)

Advertisement

Advertisement

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker

Refresh Page
Lewat ke baris perkakas