Pendidikan
Kecam Dugaan Kekerasan Seksual di Ponpes Karangan, Aliansi Mahasiswa Trenggalek Gelar Aksi di Kemenag
Memontum Trenggalek – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Trenggalek, menggelar aksi damai di Halaman Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Trenggalek, Kamis (21/03/2024) tadi. Aksi tersebut dilakukan, menyusul ditetapkannya dua pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) di Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek, sebagai tersangka kasus dugaan pencabulan dan atau kekerasan seksual terhadap belasan santriwati.
“Kami aliansi mahasiswa di Kabupaten Trenggalek, mengecam keras kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan Ponpes, khususnya yang terjadi akhir-akhir ini. Bahkan, pemilik Ponpes dan anaknya sebagai terduga pelaku,” kata salah satu koordinator aksi, Mamik Wahyuning Tyas.
Terlebih, tambahnya, Trenggalek sendiri telah menyandang predikat Kabupaten Layak Anak. Tentunya, hal ini berbanding terbalik dengan apa yang sudah terjadi di lapangan.
“Kita tahu bahwa korban kekerasan maupun pelecehan seksual ini tidak sedikit. Tapi dikarenakan banyak yang memilih bungkam atau tidak berani speak up, makanya kasusnya tidak sampai muncul ke permukaan,” tegasnya.
Dikatakan Mamik, pelecehan seksual bertopeng agama di salah satu pondok pesantren Trenggalek, bukan menjadi kasus pertama pelecehan seksual di lingkungan pendidikan. Sebelumnya, telah beragam kasus kekerasan yang terjadi di pondok pesantren.
Apabila hal ini terus berlanjut dan tidak ada kebijakan berkepastian kongkret, paparnya, tentu akan berdampak pada idealisme dan fungsi lembaga pendidikan yang kental dengan basis keagamaannya. Serta, mengurangi kesucian terhadap lembaga pendidikan berbasis keagamaan itu sendiri.
“Tampaknya kita perlu kembali merenungkan tentang penghargaan Layak Anak yang diterima Kabupaten Trenggalek pada tahun 2022. Pasalnya, telah terjadi dua kasus kekerasan seksual yang berhasil diungkap di Kabupaten Trenggalek dari tahun 2021 hingga 2024,” kata Mamik.
Baca juga :
Adapun rincian kasusnya, yang pertama di tahun 2021 di salah satu Ponpes Kecamatan Pule, dengan pelaku seorang ustad dan 31 korban santriwati. Kemudian tahun 2024, terjadi kekerasan seksual di salah satu Pondok Pesantren di Kecamatan Karangan dengan pelaku satu pengasuh Ponpes dan anaknya, dengan korban sampai saat ini 14 yang melapor ke Polres Trenggalek.
“Dari kasus yang terjadi 2021 hingga 2024, total ada 42 korban kekerasan seksual di lingkungan pondok pesantren. Kami menilai, data korban tersebut menunjukan fenomena gunung es, yakni jumlah data yang terkuak berbeda dari data sebenarnya,” jelasnya.
Masih terang Mamik, ada potensi jumlah korban yang tidak berani melapor lebih banyak daripada korban yang berani melapor. Hal ini diperkuat dari temuan Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2022, bahwa dari 10 korban kekerasan seksual hanya 1 korban yang berani melapor. Jika dikaitkan dalam konteks Kabupaten Trenggalek, berpotensi kasus kekerasan seksual yang terjadi bisa sepuluh kali lipat daripada kasus yang telah diungkap.
Bisa dilihat kasus kekerasan seksual yang terjadi di Kecamatan Pule pada 2021, sebenarnya tidak terjadi hanya satu tahun. Dalam kasus ini, pelaku telah melakukan kekerasan seksual kepada santriwati sejak tahun 2019. Kemudian pada kasus kekerasan seksual terbaru di Pondok Pesantren Kecamatan Karangan, pelaku telah melancarkan aksi bejatnya diantara tahun 2021 hingga 2024. Ada indikasi, para korban sebelumnya belum berani melapor. Sebab, pelaku memiliki relasi kuasa yang kuat, yakni seorang guru, ustad, gus dan kiai.
“Posisi ini di masyarakat dinilai memiliki kelas sosial yang tinggi dan dipandang arif. Ada kemungkinan, korban belum berani melapor karena khawatir keselamatannya terancam dan kekerasan seksual yang diterimanya saat melapor tidak dianggap. Hingga akhirnya ada korban yang berani melapor kemudian memantik korban lain untuk turut melapor,” jelas Mamik.
Selain melakukan aksi damai, Aliansi Mahasiswa Trenggalek dalam kesempatan itu juga menyatakan 11 pernyataan sikap. Diantaranya, seperti mengecam segala bentuk tindakan kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan lembaga pendidikan, mendesak Kemenag Kabupaten Trenggalek untuk berkomitmen agar membersamai korban beserta tim pendampingnya dalam mengawal proses penyelesaian kasus kekerasan seksual di salah satu pondok pesantren di Kabupaten Trenggalek hingga meminta APH untuk segera menindak tegas pihak-pihak yang berupaya melindungi pelaku kekerasan seksual sebagaimana yang telah di atur dalam Undang-undang TPKS. (mil/gie)