Politik
Ketua Fraksi Golkar Sambangi Pasar Sayur Batu, Respon Kabar Gebyar Mu Tak Seirama Asa Mu
Memontum Kota Batu – Ketua Fraksi Golkar DPRD Kota Batu, Didik Machmud, jemput bola dalam merespon kabar sepinya Pasar Sayur Kota Batu.
Aksi turun lapangan itu, dilakukannya untuk menyerap aspirasi dan masukan dari sejumlah pedagang. Termasuk, keluhan dari pedagang guna langkah-langkah lanjutan untuk dibawa ke Gedung DPRD Kota Batu.
“Setelah mendapat informasi tentang pasar sayur yang kondisinya sepi, saya jadi ingin tahu dan berkomunikasi langsung dengan pedagang,” kata Didik, Senin (22/02) tadi.
Baca Juga: Pasar Sayur Batu, Nasib Mu Kini Sepi Gebyar Mu Tak Seirama Asa Mu
Dalam pengecekan Sabtu (20/02) itu, ternyata apa yang diberitakan memontum.com, memang benar adanya. Saat memasuki areal pasar, tampak stan pedagang banyak yang tutup dan sangat minim aktivitas jual beli layaknya sebuah pasar.
“Sungguh miris sekali. Pasar yang pernah menjadi jujugan para tengkulak luar daerah, kini seperti tidak beraktivitas,” terang Didik.
Terlebih lagi, saat politikus Golkar tersebut mendapat informasi bahwa setelah diresmikan setahun lalu, Diskoumdag Kota Batu, tidak pernah mengunjungi pasar sayur.
“Setahun diresmikan, kok dinas tidak pernah sowan untuk sekedar tahu. Apa aktivitas pedagang ini sudah berjalan normal atau belum, lha UPT nya kemana juga masak tidak ada yang peduli,” ungkapnya dengan kesal.
Saat melakukan komunikasi dengan pedagang yang berada di pasar, tambahnya, masukan dan keluhan dari pedagang tentang tempat berjualan, banyak disampaikan. Khususnya, untuk pedagang yang di dalam, seperti perlu adanya tambahan sekat agar saat di tinggal pulang merasa aman untuk dagangannya.
Hal itu, sebagaimana disampaikan, pedagang sayur yang sudah lebih dari 30 tahun menggeluti usahanya, Yudi. “Untuk stan yang di dalam, perlu adanya tambahan sekat agar saat barang ditinggal pulang merasa aman. Serta, pasar ini kalau bisa buka 24 jam nonstop dan bisa melayani pembelian eceran. Sebab, selama ini di pasar sayur masih memakai sistem lama atau menunggu tengkulak besar saja. Sehingga, perputaran uangnya pun cenderung lama. Berbeda dengan di Pasar Karangploso, pedagang pulang langsung bawa uang,” kata Yudi.
Hal tidak berbeda, juga disampaikan Jupri. Pedagang asal Dusun Santrean Desa Sumberjo, merupakan pedagang yang sudah lebih dari 40 berdagang bawang merah dan putih serta kentang, memilih untuk tetap bertahan meski tak seramai dulu.
“Empat puluh tahun lebih saya berdagang bawang dan kentang. Seingat saya, mulai tahun 80-an sampai sekarang. Era tahun 2000-an, pasar ini masih ramai. Namun, setelah bawang putih lokal tidak lagi ada stok melimpah karena bawang impor mulai masuk ke pasar, awal itulah kita merasa pasar mulai sepi,” ujar Jupri. (bir/sit)