Kabar Desa
Kampung Budaya Polowijen Laksanakan Tradisi Megengan
Memontum Kota Malang – Komuitas Perempuan Bersanggul Nusantara Malang dan Surabaya selenggarakan tradisi Megengan Mapag Wulan Poso. Bertempat di Kampung Budaya Polowijen, lebih dari 30 perempuan bersanggul lakukan ritual tradisi dan pelestarian budaya, Sabtu (10/04) ini.
Penggagas Kampung Budaya Polowijen, Isa Wahyudi, mengatakan bahwa Komunitas Sanggul Nusantara awalnya sengaja datang untuk melakukan studi budaya.
“Nah kebetulan pas dengan Mapag Wulan Poso, maka acara megengan ini kita selenggarakan,” jelasnya.
Baca Juga :
- Pemkab Jember Hentikan Sementara Penyaluran Bansos, Hibah dan Honor Guru Ngaji
- Besok, 32 Ribu Peserta Bakal Ikuti Tes SKD CPNS di Kota Malang
- Pemkab Banyuwangi Raih Penghargaan Penyelenggaraan Air Minum Aman dari Menteri PUPR
- Lihat Konser Pembuka Jombang Fest 2024, Seorang Perempuan Terkena Ledakan Petasan
- Pj Bupati Teguh Buka Gelaran Seminar Kebangsaan di Jombang Fest 2024
Megengan Mapag Wulan Poso, dijelaskan pria yang akrab disapa Ki Demang ini, merupakan salah satu tradisi orang Jawa yang memeluk agama Islam. Dimana selalu dilaksanakan pada saat bulan akhir menjelang bulan Ramadhan.
“Megengan dilaksanakan dalam rangka mempersiapkan diri dan melakukan pensucian agar siap menyambut bulan puasa. Sebelum masuk bulan puasa, setidak-tidaknya orang sudah berserah dan mawas diri siap untuk melaksanakan ibadah puasa,” bebernya.
Lebih lanjut Ki Demang juga menjelaskan bahwa kesiapan itu dilakukan dengan meminta maaf pada sesama. Dan jajanan apem menjadi simbol saling maaf memaafkan.
Setelah melakukan prosesi megengan, dilanjutkan dengan nyadran atau ziarah ke makam nenek moyang dan leluhur.
“Itu sebagai salah satu wujud membersihkan diri kita, sekaligus meminta doa agar para pendahulu kita dilapangkan kuburnya dan diterima amalannya,” tambahnya.
Tak hanya itu, dalam prosesi tersebut juga memohon doa untuk keselamatan, kemudahan, ketabahan, serta kesehatan untuk seluruh masyarakat dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini.
Sementara itu, Ketua Komunitas Perempuan Bersanggul Nusantara, Sani Repriandini, menyatakan bahwa keikutsertaan pihaknya disini adalah bentuk dukungan akan pelestarian budaya.
“Kita sebagai Perempuan Bersanggul Nusantara mendukung penuh adanya pelestarian budaya, salah satunya Megengan, Mapag Wulan Poso. Kita mendukung dengan tetap berkostum kebaya dan bersanggul, yang selama ini sudah hampir tidak pernah dipakai,” terangnya. (mus/ed2)