Surabaya
Lima Poin Eksepsi Dhani Ditolak JPU
Memontum Surabaya— Dalam lanjutan sidang ketiga, terdakwa kasus pencemaran nama baik lewat ujaran ‘idiot’, Ahmad Dhani Prasetyo mengajukan lima poin eksepsi kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU). Namun JPU Kejaksaan Tinggi Jatim Rahmat Hari Basuki, menolak seluruh eksepsi yang diajukan oleh tim kuasa hukum Dhani.
“Jaksa Penuntut Umum tidak sependapat dengan lima poin eksepsi yang disampaikan oleh tim penasihat hukum sebagaimana saat pembacaan eksepsi beberapa waktu lalu,” ujar Jaksa Rahmat dalam persidangan, di Ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (14/2/2019).
Diketahui, lima poin yang ditujukan kepada JPU yakni, pertama adalah eksepsi kompetensi relatif. Kedua soal tidak tepatnya penerapan pasal. Yang ketiga terkait status pelapor. Keempat soal penanggalan, dan kelima soal penjabaran jaksa yang dianggap kabur.
Berdasarkan nota pemberatan dari tim kuasa hukum Dhani meminta, dakwaan JPU dibatalkan karena tak mempedomani ketentuan Pasal 143 ayat (2) KUHAP dan Surat Edaran Jaksa Agung RI Nomor: SE-004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan tertanggal 16 November 1993.
Untuk itu, JPU memberkan segala penolakan dan memutuskan untuk meminta majelis hakim agar perkara ini dilanjutkan pada Selasa minggu depan.
“Alasan keberatan yang diajukan, haruslah dinyatakan tidak bisa diterima atau ditolak. Kepada majelis hakim kami pun meminta agar perkara ini dapat dilanjutkan,” kata Rahmat.
Merespon penolakan jaksa tersebut, salah satu kuasa hukum Dhani, Irfan Iskandar mengatakan pihaknya bersikeras dan tetap teguh lima poin eksepsi sebelumnya telah diajukan pihaknya. Pasal yang didakwaan itu menururnya masih kabur, sebab perbuatan yang didakwakan jaksa ada 3, yakni distribusi, transmisi dan memuat dan dapat diakses.
“Kita menyimpulkan dakwaan jaksa itu yang tidak memenuhi KUHAP. Surat dakwaan itu tidak menyebutkan secara runtut pasal yang didakwakan. Dan itu poin pertama yang kita mintakan batal demi hukum. Yang kedua dalam uraian itu disebutkan tentang kelompok pengadu ini ada 6 nama,” kata dia.
Ketiga tentang kegiatan yang Dhani saat itu. Yang disebutkan rapat akbar tagar 2019 ganti presiden. Kemudian juga disebutkan deklarasi 2019 ganti presiden.
“Jadi kita sangat bingung membacanya sebetulnya apa sih pokok persoalan dalam surat dakwaan itu. Sehingga itulah kami mengajukan eksepsi,” ujar Irfan.
Irfan berpendapat, penolakan yang dibacakan JPU tadi hanyalah sebatas normatif belaka, artinya, menurutnya, hal itu cuma sebatas ketentuan UU tapi tidak diimplementasikan kepada dakwaan JPU itu sendiri.
Senada, salah satu kuasa hukum yang lainnya Aziz Fauzi berharap kliennya untuk divonis bebas, lantaran menurutnya Dhani tak terbukti mencemarkan nama baik siapapun dalam hal ini.
Menurutnya dalam pasal 27 Ayat 3 juncto putusan MK No 50 2008, dan putusan MK No 2 Tahun 2009. Pasal yang dikenakan ke Dhani itu selama bertahun-tahun diuji, MK tetap konsisten pendiriannya, bahwa yang dicemarkan nama baiknnya adalah perorangan.
“Bahwa pasal tersebut korbannya hanya orang-perorangan bukan badan hukum bukan organisasi bukan kelompok,” bela Fauzi.
Ia pun berharap pada majelis hakim R Anton Widyopriyono untuk mengabulkan nota keberatan yang dimohon pihaknya pada sidang putusan sela, Selasa (19/2/2019) pekan depan.
“Kami berharap majelis hakim memutus dengan objektif, bahwa memang ini harus dilihat memang dakwaan ini cacat secara formil dan materil. Dan patut secara hukum untuk dibatalkan ataunsetidak-tidaknya tidak dapat diterima,” pungkasnya.
Kasus ini bermula ketika Dhani membuat vlog yang bermuatan ucapan ‘idiot’ saat ia berencana menghadiri deklarasi #2019GantiPresiden di Surabaya, 26 Agustus 2018 silam.
Kader partai Gerindra kemudian dilaporkan oleh aktivis Koalisi Bela NKRI ke Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim). Pelapor merupakan salah satu elemen yang berdemo menolak deklarasi #2019GantiPresiden. (sur/ano/yan)