KREATIF MASYARAKAT
Pameran Vulgaritas oleh Seniman Perempuan Jawa Timur, Sebuah Pengalaman Syska La Veggie
Memontum Surabaya – Pameran tunggal oleh seniman Surabaya Jawa Timur, Syska La Veggie, menyuguhkan karya terbaiknya seni visual ‘Vulgaritas’ dalam Pameran Work In Progress (WIP). Dalam pamerannya itu, Syska ingin menegur publik dalam sebuah pameran dengan tema, ‘Gak Boleh Begitu, Gak Boleh Begini, katanya (sebuah gradasi)’.
Pameran tunggal pertama Syska La Veggie, ini juga terlibat dalam program main-event Biennale Jatim IX. Selain itu, sebanyak 13 karyanya telah dipamerkan mulai tanggal 17 hingga 20 November 2021.
Dalam pameran ini, Syska menceritakan pengalamanya terkait karya vulgaritas. Dirinya juga ingin, mengajak publik dalam memandang bagaimana istilah vulgar dipahami, memantulkan gradasi antar sesama seniman maupun antara seniman dan publik.
“Ini diangkat dari pengalaman pribadiku. Aku pernah mengalami kekerasan, baik secara fisik, verbal dan mengalami ketraumaan dan aku ingin karya ku sebebasnya tentang tubuhku, mencintai tubuhku. Lalu ke vulgaran,” kata Syska yang juga lulusan STKW kesenian Surabaya, Kamis (18/11/2021).
Syska menjelaskan, bahwa karya yang tidak senonoh, vulgar dan sejenis ini juga melalui riset yang dilakukan atas delapan seniman perempuan yang ada di Jawa Timur, satu seniman laki-laki dan satu seniman perempuan non Jawa. “Ternyata ini dianggap publik sebagai hal yang vulgar. Sehingga, aku pernah mengalami depresi, mengalami penolakan di suatu pameran. Itu membuat aku cukup trauma untuk berkarya, lalu aku membawa konsep vulgar ini,” ungkapnya.
Baca juga :
- DPC PKB Trenggalek Kuatkan Konsolidasi Pemenangan Pilgub dan Pilbup 2024
- Masa Kampanye Pilkada 2024 Bakal Jadi Perhatian Operasi Zebra Semeru
- Sekda Kota Malang Soroti Tingginya ASN Muda yang Tidak Lolos BI Checking di Pengajuan Kredit Perumahan
- Tingkatkan Kamseltibcar Lantas, Polres Trenggalek Gelar Apel Pasukan Operasi Zebra Semeru 2024
- Pemkot Malang Dorong ASN Manfaatkan Program Tapera untuk Kepemilikan Rumah
Lebih lanjut dirinya menyampaikan, bahwa pameran ini mengkondisikan seniman perempuan yang terjebak dalam estetika normatif. Stigma terhadap pelabelan karya tidak senonoh, merupakan bentuk ketidaksadaran gender dalam ekosistem kesenian di Jatim.
Melalui riset yang dirinya lakukan, adalah untuk memperlihatkan persepsi, konteks dan nalar penciptaan masing-masing seniman yang berbeda. “Bentangan perbedaan sudut pandang atas tema ini bergerak antara melihat tubuh sebagai pengetahuan dan identitas yang perlu digali. Sebagai terapi atas tubuh traumatik, perlawanan atas kungkungan terhadap perempuan, hingga pengaguman berlebih atas tubuh,” jelasnya.
Sementara itu, selain menyuguhkan ragam karya seni visual dan performance, nantinya ada sesi Curhat Colongan yang berlangsung pada 20 November via zoom meeting. Melalui Curhat Colongan, Syska akan mengundang para perupa perempuan untuk saling bercerita tentang pengalaman dan represi dalam berkesenian.
Usai pameran ini, tambahnya, Syska juga menginisiasi Pameran Gosyip-Gosyip Senja, yang akan digelar oleh kelompok Perempuan Pengkaji Seni pada 24 hingga 28 November 2021 mendatang.
“Nanti, sebanyak 21 seniman dari Jawa Timur juga siap merespon tema vulgar dalam karya-karyanya,” terangnya. (ade/sit)