Jombang
Pedoman Umum BPNT Dinilai Banyak Kelemahan
# Salah Satu Penyebab Kekrisruhan
Memontum Jombang –Pedoman Umum Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang disusun oleh Kementerian/Lembaga lintas Sektor terkait, pada tahun 2017 dinilai banyak kelemahan oleh Kepala Dinas Sosial Kabupaten Jombang. Hal itulah yang juga mendasari pemerintah daerah untuk mengambil kebijakan dan menetapkan supliyer untuk agen e-warong agar lebih terkendali, Rabu (28/11).
“Memang di pedum banyak kelemahan, itu sudah diakui pada saat forum resmi forum rapat kordinasi, rapat evaluasi dan sebagainya dan nanti akan dievaluasi lagi di Bandung akhir Desember nanti,” ujar M.Sholeh, Kadinsos Jombang
“Banyak sekali kekurangan-kekurangan dari pedum ini,” Imbuhnya saat ditemui memontum.com di kantor Dinsos.
Disinggung terkait hak e-warong atas kebebasannya dalam memilih pemasok komoditi kebutuhan KPM tanpa intervensi Tikor Bansos Kabupaten, Sholeh menjelaskan, e-warong memiliki hak preogratif (menentukan pemasok komoditi.red) berarti akan ada kebebasan. Sholeh mencontohkan Kabupaten Gresik, karena ada intervesi-intervensi tertentu begitu komoditi di tangan Kelompok Penerima Manfaat ( KPM ) tidak ada yang bertanggung jawab .
Di sisi lain, lanjutnya, di Pedum Pasal 10 juga menyatakan harus ada koordinasi apakah harus dilepas (e-warong) untuk memilih atau dikendalikan Tim Kordinasi (Tikor) yang berarti harus ada pengendalian dan pengawasan dari pemerintah Kabupaten Daerah.
“Ada bantuan sosial dari pemerintah pusat tidak akan jalan kalau tidak ada Pemerintah Kabupaten, pemerintah kabupaten punya tikor bansos pangan ini yang bertanggung jawab, lah ini kalau tidak dikendalikan,” ungkapnya.
“Makanya kita munculkan tata kelola kebijakan BPNT di Jombang, menilik dan melihat fenomena di kabupaten terdekat yang tidak terkendali karena begitu komoditi ditangan KPM tidak ada yang bertanggung jawab ,ini beras saya kirim, siap return atau tidak itu tidak ada,” pungkasnya.
Di tempat berbeda, Ketua Forum Masyarakat Rembuk Jombang ( FRMJ ) Joko fatah mengungkapkan , kebijakan pemerintah Kabupaten Jombang tersebut dengan menentukan eupliyer sebagai pemasok komoditi agen e- Warung adalah salah satu dalang dari amburadulnya penyaluran BPNT di Jombang.
“Penunjukan supliyer tunggal seperti PT Pertani, tanpa melalui mekanisme yang jelas juga rawan, harus jelas, dasar hukumnya seperti apa, prosesnya bagaimana, penunjukannya seperti apa, harus transparan, alih- alih terkendali, justru program BPNT amburadul,” ungkapnya.
Seharusnya, lanjut Joko Fatah, Pedum yang dikeluarkan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani dan Selaku Ketua Tim Pengendali Pelaksanaan Penyaluran Bantuan Sosial Secara Non Tuna i agar digunakan pimpinan lembaga sebagai acuan pelaksanaan program BPNT 2018.
Selain menyebutkan dasar hukum penyaluran BPNT, dalam pedum tersebut juga disebutkan enam point prinsip utama dalam penyaluran program BPNT yang diantaranya menyebutkan e-warong dapat membeli pasokan pangan dari berbagai sumber sehingga terdapat ruang alternatif pasokan yang lebih optimal.
Point tersebut juga didukung dengan arahan Presiden Joko Widodo tertanggal 19 Juli 2017 yang menyatakan pasar, warong, dan toko dapat membeli beras dari Bulog, tetapi sifatnya tidak memaksa dan dari tempat lain atau swasta yang menjual beras dengan harga yang lebih murah sehingga terdapat mekanisme kompetisi.
Kemudian prinsip utama tersebut juga diperkuat dengan hasil rekomendasi hasil kesepakatan peserta rapat koordinasi pelaksanan bantuan sosial pangan wilayah III Direktorat Penanganan Fakir Miskin PPK dan PAN angkatan satu (I) tahun 2018 di Makasar yang juga ditandatangani oleh staf pengelola data FPM Jawa Timur Rudi Setyo Utomo yang mana dalam rekomendasi kesepakatan tersebut point tiga meliputi penyaluran BPNT huruf (d) menyatakan Tikor bansos tidak boleh menentukan pemasok (supliyer) bagi e-warong atau agen.
“Kembali ke pedum lah, jangan mencari kelemahan-kekurangan pedum untuk kepentingan pihak tertentu,” pungkas Fatah. (ham/ono)