Pemerintahan
Pemuda Pelopor Kota Malang Juara I Tingkat Nasional, hingga Munculkan Inovasi Bidang Pariwisata melalui Kampung Tematik
Memontum Kota Malang – Upaya Pemerintah Kota (Pemkot) Malang dalam menggali potensi pemuda patut diapresiasi. Salah satunya, seperti yang telah dilakukan Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Kota Malang dalam mengoptimalkan gelaran Pemuda Pelopor.
Di mana kala itu, ajang ini bertujuan mengembangkan potensi dalam merintis jalan, melakukan terobosan, menjawab tantangan dan memberikan jalan keluar atas berbagai masalah. Melalui seleksi yang ketat, para Pemuda Pelopor diharapkan mampu menjadi insan kreatif dan inovatif serta memiliki inisiatif untuk mengimplementasikan karyanya ke dalam kehidupan sehari-hari.
Pada tahun 2019, Pemuda Pelopor Kota Malang berhasil meraih juara satu dalam ajang Pemilihan Pemuda Pelopor Tingkat Nasional, yang diselenggarakan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Dengan mengusung inovasi teknologi yang diberi judul ‘Sitta Agrapana’ Rangga Ega Santoso, berhasil mengalahkan pemuda pelopor dari 34 provinsi di Indonesia.
Baca juga:
- Pj Wali Kota Malang Terima Kunjungan Studi Lapangan Peserta Pelatihan Kepemimpinan Kemendagri
- Antisipasi Sengketa Aset, BKAD Sebut Perlunya Kesadaran dan Pelibatan Masyarakat
- Sosialisasi Perubahan Permendagri Soal BMD dan Aset, Pj Wali Kota Malang Ingatkan Kehati-hatian dan Tertib
“Sitta Agrapana adalah teknologi pengendali hama hortikultura sebagai produk eco-friendly dan easily produced. Fungsinya untuk mewujudkan konsep pengembangan kawasan florikulturasi terintegrasi inovasi teknologi pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT),” ungkap Rangga.
Ide tersebut, terangnya, berawal dari sering bertukar pikiran dengan pembimbing magangnya yang merupakan petani bawang di Probolinggo. “Kebetulan waktu saya magang, pembimbing saya petani bawang di Probolinggo. Itu sering cerita kalau punya masalah berkaitan dengan hama,” ujarnya.
“Akhirnya kami shearing dan mencari solusi bersama. Nah, ide merancang teknologi ini pertama datang dari momen tersebut. Lalu saya bertemu dengan teman-teman yang sangat suportif di kampus. Hingga akhirnya kami bangun bersama alat tersebut. Selanjutnya saya ikut Pemuda Pelopor, menang mulai tingkat kota, provinsi, dan nasional,” sambungnya.
Cara kerja alat ciptaannya ini terbilang mudah, di mana hanya membutuhkan lampu untuk perangkap hama lem untuk mengikat hama. Kemudian ada juga beberapa komponen sensor yang dijadikan alat untuk mengukur suhu, kelembapan dan pengukur Ph tanah.
“Pertama kita memasang lampu di tengah sawah sekitar pukul 17.00 WIB ke atas selama empat jam. Nah dalam range waktu tersebut biasanya hama sudah mulai keluar, hama tersebut akan tertarik dengan cahaya lampu dan mulai mendekat. Ketika sudah mulai mendekat ke botol lampunya, hama akan menempel disana karena botol tersebut sudah diberi lem dengan penambahan pewangi supaya makin mengikat,” bebernya.
Lebih jauh Rangga mengatakan alat ini diciptakan khusus untuk membantu pemerintah dari sektor pertanian. Sehingga apa yang dikatakan banyak orang tentang berdikari untuk negeri harus digalakkan oleh semua masyarakat sebagian terjawab dengan hasil ciptaanya.
“Bagaimana bisa dianggap berdikari untuk negeri, jika sektor pertanian saja tidak diperbaiki? Hasil pertanian harusnya memanusiakan manusia, bukan mengerdilkan rasa. Karena hanya petani yang mampu menyelamatkan pangan,” jelas Rangga.
Selain di bidang pengembangan teknologi, nyatanya pemuda di Kota Malang juga banyak yang inovatif dalam sektor pariwisata. Siapa tak kenal Kampung Warna Warni Jodipan yang menjadi ikon pariwisata Kota Malang dan sudah terkenal hingga kancah nasional? Kampung tematik itu hadir karena gagasan inovatif seorang pemudi yang sempat menempuh pendidikan di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Salis Fitria.
Wanita kelahiran 1994 itu menceritakan bahwa inovasi ini bermula ketika ia dan sekelompok temannya menjalani mata kuliah praktikum saat semester lima. “Bermula dari tahun 2016 waktu itu saya dan tim membuat karya Kampung Warna Warni Jodipan,” ujarnya.
Waktu itu masih mahasiswa, dia dan tim kebetulan anak Ilmu Komunikasi, ada praktikum untuk mengimplementasikan ilmu ke masyarakat. Bisa dibilang kita berperan menjadi eksternal public relation (PR) suatu event. Nah saat itu tugasnya membuat event, terserah apapun dan bekerja sama dengan siapapun boleh.
Saat itu, kebetulan kelompoknya bekerja sama dengan perusahaan cat Indana Paint. Namun, slot untuk event di perusahaan tersebut sudah penuh. Sehingga mereka ditawarkan dalam bentuk corporate social responsibility (CSR).
“Lalu lokasi yang dipilih adalah Kampung Jodipan, karena berangkat dari latar belakang pandangan masyarakat atas kampung tersebut yang negatif. Di sana dianggap kampung preman, tapi ternyata setelah kami datang warganya ramah. Bahkan semua warga di sana ikut ambil bagian mensukseskan program tersebut, mereka cukup kooperatif,” kata Salis.
Melalui inovasi Kampung Warna Warni tersebut, ia juga menyandang Pemuda Pelopor Tingkat Jawa Timur Tahun 2019, dan sempat menerima tamu duta besar Australia Hon Kevin Andrews.
“Tidak menyangka juga inovasi ini bisa booming dan saya mampu meraih prestasi. Alhamdulillah, sampai sekarang saya dengan warga kampung masih berkomunikasi dengan baik,” terang Salis. (mus/sit/adv)