Kota Malang

Raih Penghargaan ADWI, Kunjungan Wisatawan di Kampung Kayutangan Heritage Naik hingga 300 Persen

Diterbitkan

-

ADWI: Menparekraf, Sandiaga Uno, Wali Kota Malang, Sutiaji, Wakil Wali Kota Malang, Sofyan Edi Jarwoko dan Sekda Kota Malang, Erik Setyo Santoso, saat mengunjungi Kampung Kayutangan Heritage. (hms)

Memontum Kota Malang – Setelah meraih Juara V dalam ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023 dengan kategori digital dan konten kreatif yang digelar oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), tingkat kunjungan Kampung Wisata Kayutangan Heritage Kota Malang, meningkat hingga 300 persen. Tentu dengan capaian kebijakan dan konsistensi dalam pembenahan dan penataan kawasan yang dilakukan Wali Kota Sutiaji, pun tidak pernah disangka oleh siapa saja, bahkan para Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kampung Wisata Kayutangan Heritage.

Sebagai Ketua Pokdarwis Kampung Wisata Kayutangan Heritage, Mila Kurniawati, menyampaikan jika peningkatan tersebut telah terjadi sejak tiga bulan terakhir, yakni mulai Juni, Juli dan Agustus. Dengan rata-rata capaian pengunjung tersebut hingga 15 ribu perbulannya.

“Jadi, setelah kita lolos menjadi peserta ADWI dan akhirnya masuk 75 besar, kemudian ada kunjungan Menparekraf dan itu ternyata luar bisa meningkat. Jadi, memang kita tidak pernah menyangka juga, awalnya hanya ratusan lalu sudah langsung 5 ribu dalam sebulan. Apalagi, ini terus setelah lebaran itu kita langsung naik 300 persen dan jadi sekarang sudah 15 ribu dan tiga bulan terakhir ini masih jadi rekor,” ungkap Mila, Kamis (14/09/2023) tadi.

Baca juga:

Advertisement

Jika dibandingkan dengan sebelum mendapatkan penghargaan tersebut, paparnya, kunjungan wisatawan perbulannya hanya berkisar 5 ribu. Bahkan, juga sempat mengalami penurunan hingga 500 sampai 700 pengunjung. Namun, berkat kegigihan dan inovasi yang terus dilakukan di dalam kampung membuahkan hasil yang baik.

“Jadi, sebelum ada Pandemi Covid-19 kunjungan hanya 5 ribu sekian saja. Lalu, saat Pandemi Covid-19 selama dua tahun, kita benar-benar tutup tidak ada pengunjung atau wisatawan yang masuk. Setelah kita buka di tahun lalu tepat Juni, hanya ada 500 sampai 700 pengunjung. Namun, ramainya mereka juga masih di koridor Kayutangan aja,” tuturnya.

Mila juga menceritakan, jika para pengunjung memang di awal-awal banyak yang hanya berhenti di koridor Kayutangan Heritage saja, tanpa masuk ke dalam kampung. Tetapi hal itu tak menyurutkan untuk selalu menggenjot melalui sosial media yang dimiliki.

“Berangsur-angsur kita genjot di media sosial bahwa di sini ada destinasi wisata, akhirnya banyak yang masuk. Tentu dengan adanya koridor Kayutangan itu, akhirnya memang berdampak cukup bagus. Ya tapi mesti ada positif dan negatifnya, tapi memang saya notice juga karena adanya pembangunan tersebut,” tambahnya.

Advertisement

Kemudian, ditambahkannya jika untuk masuk ke dalam Kampung Kayutangan Heritage, tentunya dikenakan biaya operasional sebesar Rp 5 ribu. Namun, masih ada sebagian pengunjung yang enggan untuk membayarnya. Padahal hal tersebut diberlakukan untuk kontribusi dalam menjaga lingkungan kampung.

“Jadi, ada pengunjung yang tahu kalau kita berbayar langsung balik kanan. Contoh saat foto prewedding, nah mereka sudah boleh bebas foto di koridor. Lalu, tahu ketika masuk sini membayar, mereka tidak mau. Masih ada yang seperti itu, ya jadi pelan-pelan kita kasih tahu. Karena itu kan juga untuk kontribusi lingkungan. Kita bener bener mandiri, operasional kita murni dari tamu,” tambah Mila.

Sebagai salah satu masyarakat yang tinggal di Kampung Kayutangan Heritage, Mega Annisa Ni’mais (24), merasa sangat bersyukur jika kampungnya bisa dikenal oleh masyarakat luas. Apalagi, dengan tingkat kunjungan yang semakin hari semakin tinggi.

“Tentu senang kalau banyak wisatawan yang berkunjung ke sini, mereka semakin mengenal Kayutangan Heritage dan tentu juga memberikan dampak positif bagi masyarakat di sini. Karena perekonomian Masyarakat juga bisa tumbuh dengan baik,” imbuh Mega. (hms/rsy/sit)

Advertisement
Advertisement
Lewat ke baris perkakas