Kabupaten Malang
Sederetan Bangunan Liar Resahkan Pedagang Pasar Poncokusumo
*Pemilik Bangunan Oknum ASN, Kebal Hukum?
Memontum Malang— Ratusan pedagang pasar Poncokusumo yang terhimpun dalam Paguyuban Pedagang Pasar Kabupaten Malang (KP3) belakangan ini dibuat resah. Itu disebabkan keberadaan sederetan bangunan liar alias tak dilengkapi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) milik HM, salah seorang oknum PNS di jajaran Dinas Kesehatan Kabupaten Malang. Beberapa pedagang menudingnya sok kebal hukum.
Pasalnya, selain sejumlah pedagang pernah melayangkan surat laporan kepada Bupati Malang, Dr H Rendra Kresna, Hearing bersama DPRD Kabupaten Malang bahkan sempat ditertibkan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Malang, hasilnya justru bersitegang.
“Toh pernah ditertibkan oleh Satpol PP, sampai hari ini dia masih saja beraktifitas. Bahkan puluhan lapak (tempat jualan) mereka, di atas lahan milik Dinas Pengairan ini disewakan. Bahkan ada diantaranya justru dijual. Kami juga pernah berkirim surat kepada Bapak Bupati Malang, tetapi sampai hari ini belum juga ada jawaban”, beber salah seorang pedagang kepada Memontum.com (Grup Memo X), Rabu (6/12/2017) kemarin.
Akibat dampak berdirinya bangunan liar sepanjang sekitar 700 meter yang bersebelahan dengan kawasan perbelanjaan pasar tradisional milik Pemerintah Kabupaten Malang ini, omset para pedagang di sekitar jauh berkurang.
“Karena letaknya lebih strategis, pengunjung lebih fokus belanja disitu,” tambah pedagang itu dengan nada kecewa. Karena itu dia meminta, agar segera ada penertiban.
“Kami juga ada rencana menggelar aksi unjuk rasa, jika belum ada juga penertiban dari pihak terkait,” tandasnya.
Terpisah Achmad Khoesari Koordinator Pekerja Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) ProDesa mengatakan, permasalahan ini tak akan terselesaikan, sebelum ada komunikasi kedua belah pihak. Tambah dia, jika itu tidak segera dilakukan, satu sama lain saling memojokkan. Juga dijelaskan kronologis kejadian, awalnya ketika dilakukan rehab pasar Poncokusumo tahun 2016 lalu.
“Ketika pasar itu direhab, seluruh pedagang direlokasi di penampungan sementara. Nah, begitu pembangunan pasar selesai. Para pedagang yang sebelumnya berstatus pedagang kaki 5 tidak bersedia menempati bangunan baru yang sudah disediakan oleh pemerintah. Alasannya, karena lapak yang tersedia, waktu itu belum ada atapnya. Sehingga pedagang kehujanan dan kepanasan. Jadi munculnya pemasalahan ini, karena ada pihak yang kurang fair,” beber Khoesairi. (sur/yan)