Kota Malang
Pengamat Politik Nilai Parpol Kota Malang Gagal Kaderisasi Partai di Pilkada Wali Kota
Memontum Kota Malang – Pengamat politik dari salah satu perguruan tinggi di Kota Malang, Nuruddin Hady, menyoroti nama-nama tiga pasangan calon (Paslon) Wali Kota Malang dan Wakil Wali Kota Malang, yang akan bertanding dalam Pilkada Serentak 2024 mendatang. Menurutnya, ketiga pasangan yang muncul itu (terutama calon wali kota, red) bukan berasal dari kader Partai Politik (Parpol) asli.
Hal itu, menurutnya, mencerminkan bahwa adanya kegagalan Parpol dalam proses kaderisasi, yang seharusnya melahirkan tokoh internal partai untuk dikontestasikan dalam Pilkada Serentak 2024. “Abah Anton bukan kader PKB, Pak Wahyu bukan kader Gerindra dan Sam HC juga bukan kader PDI-Perjuangan. Ini menunjukkan, kegagalan partai untuk melahirkan kader yang siap berkompetisi di Pilkada,” kata Nurudin, Jumat (06/09/2024) tadi.
Ditambahkannya, bahwa idealnya dalam kontestasi politik di Pilkada, diikuti oleh tokoh-tokoh partai yang telah lama berkarir dan memiliki jaringan mesin politik yang kuat. Namun kenyataannya, partai memilih calon berdasarkan hasil survei elektabilitas daripada memajukan kader internal.
“Kelemahannya di situ. Menurut saya, Parpol itu ya mengusung kader partainya. Namanyakan kontestasi politik, ya mereka harus berani mengusung kadernya sendiri untuk dikontestasikan, dilawankan dengan Parpol lain. Sehingga, Parpol di Kota Malang ini khususnya, terkesan hanya dijadikan sebagai perahu saja, sebagai kendaraan politik,” tambahnya.
Nurudin juga menyebut, bahwa pendekatan pragmatis oleh partai yang lebih mengutamakan calon dengan elektabilitas tinggi, meski bukan kader, menjadi praktik umum di berbagai daerah. Dicontohkan seperti pada kasus Anies Baswedan dalam Pilpres, itu sebagai fenomena serupa di tingkat nasional.
Baca juga :
“Seharusnya, partai berani mengusung kadernya sendiri untuk bertarung dalam Pilkada. Kalah atau menang adalah hal yang wajar dalam kontestasi politik. Tapi, ketika Parpol gagal melahirkan calon dari dalam, ini menunjukkan kegagalan sirkulasi elit dalam partai tersebut,” jelas Nurudin.
Kondisi ini, menurutnya juga menimbulkan kekhawatiran terhadap keterikatan ideologis. Tokoh non kader yang diusung partai bisa saja tidak sejalan dengan visi dan misi parpol, yang akhirnya berdampak pada ketidakmampuan memperjuangkan gagasan partai.
Meski begitu, Nurudin menilai bahwa keberlanjutan pembangunan dan pemerintahan di Kota Malang tidak akan terlalu terpengaruh, asalkan para calon memiliki visi yang jelas dan pengalaman yang memadai dalam politik dan pemerintahan. “Pasangan Abah Anton-Dimyati dan Pak Wahyu-Ali memiliki keunggulan pengalaman di bidang pemerintahan. Sementara HC memiliki potensi melakukan terobosan karena tidak terbebani oleh masa lalu,” terangnya.
Diakhir, Nurudin juga menyampaikan agar ke depan, Parpol lebih berani mengusung kadernya sendiri, meski elektabilitasnya rendah. Sebab, elektabilitas menurutnya bukanlah sesuatu yang instan, melainkan dibangun melalui kerja politik di lapangan.
“Partai harus berani memajukan kader mereka, karena jika terus mengandalkan figur luar, kaderisasi internal tidak akan berkembang,” imbuh Nurudin. (rsy/sit)