Surabaya

Media Terlalu Fokus ke Pilpres dan Cawapres, Masyarakat Acuh ke Pileg

Diterbitkan

-

Memontum Surabaya—Tahapan formal Pemilu 2019 serentak yang meliputi pemilihan presiden (pilpres) dan wakil presiden (wapres), anggota DPR serta DPD, telah resmi dimulai terhitung, sejak Minggu (23/9/2018)0dan akan berpuncak pada 17 April 2019 mendatang.

Namun ditengah euforia pesta demokrasi tersebut, diketahui masih menyisahakan keresahan dan kebingungan di benak masyarakat Indonesia. Berdasarkan rilis survei Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengemukakan bahwa masyarakat atau publik masih banyak yang belum menentukan pilihan terhadap partai politik pilihan. Sebanyak 26 persen masyarakat belum memilih atau menentukan partai politik

Agus Sudibyo, Direktur Eksekutif Indonesia New Media Watch memberikan pandangan terkait kebingungan yang melanda sebagian besar masyarakat Indonesia itu.

Agus menilai, masalah utamanya adalah, sampai hari ini di ruang media massa dan media sosial (medsos) yang dibahas cuma satu kartu suara. “Yakni media hanya berfokus pada pencoblosan Jokowi-Ma’ruf dan Prabowo-Sandi,” urainya ketika ditemui usai mengisi acara Menyongsong Pesta Demokrasi dan Bermartabat, yang diselenggaraka Fakultas Ilmu Sosial Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Selasa (15/1/2019).

Advertisement

Bahkan ia menganggap media massa sangat jarang membahas calon legislatif tingkat RI maupun daerah kab/kota. Menurutnya ini menjadi persoalan serius, karena Indonesia akan mereduksi pemilu 2019 hanya berfokus pada capres dan cawapres. Padahal, memilih anggota DPR tidak kalah penting dari pada pilpres.

Menurut beberapa peneliti, masih pendapat Agus, inilah resiko ketika pemilihan serentak dilakukan. Ia membandingkan, dibeberapa negara di eropa pilpres dan pileg itu dilakukan secara terpisah.

Pasalnya hal itu dilakukan, untuk mengindari kebingungan masyarakat dan meminimalisir fikiran masyarakat agar pemilihan tak hanya tertuju pada pemilihan presiden dan wakil presiden.

“Inilah yang terjadi di Indonesia saat ini. Rata-rata orang Indoensia tidak tahu, kalau DPD, DPR, DPRD yang dicoblos siapa. Saya perhatikan belum ada upaya untuk membagi fokus tersebut. Baik pemerintah maupun media,” tanggap Agus.

Advertisement

“Masih setiap hari yang dibicarakan di media massa dan medsos Jokowi-Ma’ruf dan Prabowo-Sandi,” pungkasnya.

Lantas ia mengklasifikasi, jika tahun ini adalah saatnya pemilu bagi generasi milenial. Terhitung ada 80 juta pemilih baru. Dan 80 juta itu berarti 40 persen pemilih global. Ia menyadari betul betapa pentingnya generasi milenial khususnya para mahasiswa.

Menurut berbagi survei generasi milenial sampai hari ini rata-rata belum menentukan pilihannya. “Jadi masih jaim, masih main rahasia-rahasia atau bahkan masih belum punya pilihan.”

Agus mengagakan ini tak kalah penting, bagaimana Indonesia mempunyai harapan besar dengan generasi tersebut, agar terlibat dalam pemilu nanti. Ia berharap generasi milenial tidak golput tapi ikut dalam pemilu.

Advertisement

Karena ia menyadari, generasi milenilal sangat menentukan, karena menurut hasil penelitian yang ia lihat, ada 45 sampai 50 persen orang Indonesia yang mempunyai hak suara itu belum mempunyai pilihan atau sudah punya pilihan tapi masih ragu-ragu.

“Pak Prabowo dan Pak Jokowi kalau mau menang jadi harus mengambil hatinya generasi milenial ini,” pesannya.

Sementara itu Ketua Pusat Informasi Humas Universitas Airlangga, Suko Widodo berpendapat, jika merujuk berdasarkan fakta, ia membenarkan bahwa orang yang belum menentukan sikap politik itu cukup tinggi. Dan yang kedua, peran informasi terjadi sedemikian keras, seolah pemilihan umum itu hanya terfokus hanya dua kubu saja. Yakni antara cebong dan kampret.

Menurutnya tidak ada kebaikan didalam politik. Itulah kenapa ia fikir, prakarsa PWI untuk menginisiasi wartawan agar bicara baik itu cukup bagus. Tetapi perkara yang lebih besar adalah bukan hanya berkampanye, malainkam mereka juga memantau.

Advertisement

“Ini kan kan terjadi revolusi yang luar biasa dimana media-media baru dan para influencer muncul dengan web, ig, twiter.
Seharusnya mereka harus dikasih wadah jntuk terlibat sekalian di partisipasi. Untuk menguatkan pemilih yang bagus ya salah satu wujud dari pemilu hang bagus adalah partisipasi publik,” ucapnya ditempat yang sama.

Tetapi ia melihat, justru realitas pemilu sekarang ini tidak demikian. Jadi seolah-seolah pemilu ini diselamggarakan oleh tim sukses saja. Dan masyarakat dapat dijadikan objek. “Ini saya kira pesan yang oenting adalah harus dilibatkan masyarakat dan media utamanya kaum milenial.” (sur/ano/yan)

Advertisement

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker

Refresh Page
Lewat ke baris perkakas