Surabaya
Tiga Pesan Pemuda Muhammadiyah untuk Pemimpin Baru Jatim
Memontum Surabaya—Jawa Timur memasuki babak baru pemerintahan di bawah kemudi Khofifah Indar Parawansa dan Emil Elestianto Dardak yang resmi menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur sejak hari Rabu (13/2/2019). Keduanya menggantikan Pakde Karwo dan Gus Ipul yang telah menahkodai pembangunan Jatim selama dua periode atau selama sepuluh tahun. Lalu, apa yang ingin disuarakan kaum muda dalam momentum transformasi ini.
Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) Jatim yang baru terpilih akhir pekan lalu, Dikky Syadqomullah, menguraikan sejumlah harapannya. Salah satunya terkait Program Keluarga Harapan(PKH) yang pernah dijalankan Khofifah sebagai Menteri Sosial RI.
Program ini diharapkan menjadi solusi dari permasalahan sosial yang dialami masyarakat, khususnya di Jatim. Tetapi PKH akan menjadi muspro jika kesadaran dan tanggung jawab untuk mengentaskan kemiskinan secara supra-struktur tidak dibangun oleh Pemprov Jatim.
“Ada kekhawatiran bahwa PKH Plus tersebut tidak tepat sasaran, rawan dipermainkan, dan rentan praktik korupsi. Sehingga penting untuk memandirikan masyarakat oleh Pemprov Jatim,” tutur Dikky.
Kepala SMP Muhammadiyah 6 Surabaya itu juga menuturkan, pemerintah diharapkan serius menggerakkan potensi anak muda kreatif. Dikky menjelaskan bahwa Menstimulus kelompok milenial dengan program-program kreatif melalui usaha baru merupakan suatu keharusan untuk meningkatkan geliat usaha dan mengurangi ketergantungan investasi eksktraktif, dan minerba yang menguntungkan secara ekonomis, namun merugikan secara ekologis dan juga berdampak terhadap sosiologis.
“Menggerakkan star up dan industri kreatif yang dilakukan oleh kelompok milenial akan meningkatkan kompetitif anak muda Jawa Timur agar siap mengarungi era pasar bebas ASEAN,” tutur pria yang juga Dosen Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya) tersebut.
Ketiga adalah membangun kultur kolektif dengan semangat Jatim untuk semua. Dikky menjelaskan, jalannnya roda pemerintahan sangat bergantung pada kondusifitas masyarakat Jawa Timur.
Kondusifitas tersebut dapat terwujud jika Khofifah-Emil mampu menyisihkan simbol dan ego pendukungnya, agar tidak terjadi konflik horizontal yang justru menjadi penghambat jalannya pemerintahan dan kehidupan bermasyarakat Provinsi Jawa Timur.
“Pemuda Muhammadiyah di Jatim dengan latar belakang generasi milenial akan selalu mendukung setiap kebijakan yang berpihak terhadap kepentingan dan kemajuan bagi masyarakat Jatim. Namun, di sisi lain kami juga akan sangat kritis dalam mengawal pembangunan,” pungkas dia. (sur/ano/yan)