Kota Malang
Berkat Bakteri Symbiont, Peneliti Ma Chung Selamatkan Terumbu Karang
Memontum Kota Malang – Keberadaan terumbu karang sangat dibutuhkan oleh biota laut sebagai tempat memijah, membesar dan mencari makan. Diperkirakan lebih dari satu juta spesies mendiami ekosistem terumbu karang yang sangat kaya akan plasma nutfah ini. Kendati tampak sangat kokoh dan kuat, namun terumbu karang sangat rentan terhadap perubahan lingkungan.
Disisi lain, terumbu karang memberikan beragam manfaat bagi manusia. Di antaranya sebagai tempat hidup ikan yang dibutuhkan manusia dalam bidang pangan, seperti ikan kerapu, ikan baronang, ikan ekor kuning, dan lainnya; pariwisata bahari dengan penampilan keindahan bentuk dan warnanya; dan penelitian serta pemanfaatan biota perairan lain yang terkandung di dalamnya.
Melalui sebuah penemuan penting hasil riset kolaborasi antara para peneliti PUl-PT MRCPP Universitas Ma Chung Malang, Universitas Diponegoro Semarang dan Universitas Shizuoka Jepang, dapat membantu memperbaiki terumbu karang yang rusak di wilayah perairan Indonesia. Selain pengetahuan baru terkait kesehatan terumbu karang.
Sekitar tahun 2015, Peneliti Utama MRCPP, Tatas H.P. Brotosudarmo, Ph.D, mengusung dan melakukan riset pengembangan di Pusat Unggulan IPTEK (PUI) Ma Chung Research Center for Photosynthetic Pigments (MRCPP).
Dengan wilayah ujicoba di perairan Karimun Jawa, Jawa Tengah, dimana terumbu jenis Acropora Nasuta banyak ditemukan.
“Kami berhasil mengembangkan optimasi pertumbuhan dan analisa, sehingga ditemukan bakteri Symbiont dengan spesies Erythrobacter Plafus Strain KJ 5. Bakteri ini unik, karena bisa tumbuh dalam gelap. Setelah diisolasi menghasilkan pigmen carotenoid zeaksantin sulfat, sihasantin, dan pigmen lainnya. Dimana pigmen ini bisa ditemukan seperti pada sayuran wortel, jagung, dan lainnya,” jelas Tatas.
Dosen prodi Kimia konsentrasi kimia pangan tradisional dan terbarukan Ma Chung ini mengatakan, bakteri Symbiont dapat bersimbiosis mutualisme dengan terumbu karang dan koral, serta bisa mengikat gugus sulfur untuk melindungi terumbu karang dari sinar biru dan sinar UV dari matahari yang bisa masuk ke dasar laut.
“Terjaganya interaksi bakteri Symbiont dan terumbu karang sebagai inang, dapat menjaga kelestarian terumbu karang mampu bertahan terhadap lingkungannya. Bakteri yang menumpang pada inang ini memproduksi karotenoid untuk melindungi diri dan inangnya dari sulfida yang ada di air Iaut. Sehingga kandungan hidrogen sulfida dalam air laut penyebab kerusakan dan matinya terumbu karang, dapat dicegah oleh Symbiont,” tambah Tatas, didampingi Asisten peneliti MRCPP, Edi Setiyono, MSi.
Kedepannya, MRCPP berencana menyapukan bakteri ini ke terumbu karang di perairan Indonesia yang mengalami kerusakan, sebagai upaya merehabilitasi dan melestarikan terumbu karang di Indonesia.
“Sangat menarik bagi penghobi diving dan pecinta alam, karena mampu menjaga ekosistem bio diversitas laut. Selain dapat meningkatkan wisata bahari dan kelautan, juga dapat meningkatkan potensi ketersediaan ikan sebagai bahan pangan, sebagaimana program Kementerian Perikanan dan Kelautan (KPK) dalam Gemar Makan Ikan,” tandas Tatas.
Terbaru, penemuan ini pernah dimuat di jurnal internasional Ql berfaktor dampak Marine Drugs terbitan Molecular Diversity Preservation International (MDPI) Swiss pada Selasa (11/6/2019). (adn/yan)