Surabaya
Caleg Incumbent Obyek Catatan, Baru Jadi Harapan
Memontum Surabaya – Pemilu 2019 tinggal menunggu waktu. Tahapan demi tahapan terus berjalan. Baik oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, provinsi maupun kabupaten/kota.
Pada hajatan demokrasi lima tahunan itu, masyarakat pemilih akan menerima lima kartu suara untuk; Pilpres, DPR RI, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
“Ini bukan saja akan membuat sibuk dan bahkan membingungkan pemilih namun juga bisa bikin pusing calon anggota legislatif (Caleg),” kata pemerhati politik Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Mochtar W Oetomo, saat ditemui di Surabaya, Kamis (30/8).
Mochtar yang juga direktur Surabaya Survey Center (SSC) ini menyebut bahwa caleg incumbent maupun pendatang baru harus lebih masif melakukan kerja politik, yakni sosialisasi. Nomor urut partai politik (Parpol) yang berbeda dengan pemilu sebelumnya.
Bagi caleg incumbent yang bergeser daerah pemilihan (Dapil) berikut nomor urut dituntut lebih mampu “membumikan” diri di masyarakat.
“Caleg incumbent tantangannya lebih berat. Kenapa ? Karena menjadi catatan masyarakat pemilih. Selama dia menjadi anggota dewan, akan diingat, dicatat track recordnya. Terlebih yang inkonsisten, cidera janji ke dapil atau masyarakat pemilihnya,” papar Mochtar yang juga sastrawan ini.
Pria asal Jawa Tengah ini mencontohkan caleg incumbent di DPRD Jawa Timur periode 2004. Ketika muncul kasus Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) ada di antara incumbent yang namanya disebut-sebut. Hasilnya, tidak lebih dari 50 persen incumbent yang terpilih dan duduk kembali untuk periode berikut.
“Ketika caleg incumbent menjadi catatan, lain halnya caleg mendatang baru yang menjadi harapan. Ini terjadi karena masyarakat pemilih ada yang merasa kapok, merasa dikibuli dan disapa anggota legislatif ketika dibutuhkan saja. Caleg baru menjadi harapan lantaran belum punya kesalahan di mata pemilih, terlebih ketika bersedia membuat kesepakatan,” paparnya. (ano/yan)