Kota Batu
Dampak PMK, Penjualan Daging Sapi Kota Malang Alami Penurunan dan Peternak Kota Batu Lakukan Ritual Tolak PMK
Memontum Kota Malang – Dampak PMK pada hewan ternak, terutama sapi, membuat penjualan daging sapi di beberapa pasar di Kota Malang, mengalami penurunan. Kondisi itu, seperti salah satunya yang disampaikan penjual daging sapi yang berada di Pasar Oro-oro dowo Kota Malang, Toriq (43).
Disampaikan Toriq, bahwa penjualan daging sapi, menurun hingga hampir setengahnya. Jika biasanya beberapa pembeli itu membeli dengan jumlah yang banyak, kini malah sebaliknya.
“Untuk harga masih tetap. Tetapi penjualan ini mengalami penurunan, hampir setengahnya. Biasanya itu banyak yang beli, sekarang turun dan bahkan jarang ada yang beli,” ungkap Toriq, saat ditemui di Pasar Oro-Oro Dowo, Kamis (26/05/2022) tadi.
Dirinya menjelaskan, bahwa daging yang diperjual belikan, itu didapatkan dari Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Malang. Sehingga menurutnya, daging itu aman dan tidak terkena PMK. Karena, sapi yang sakit atau terkena PMK itu dagingnya tidak boleh untuk dijual.
Baca juga:
- Hadiri Rembug Warga Bakalan, Paslon Abadi dari Nomor Urut 3 Kota Malang Dapat Dukungan Pemenangan
- Transformasi Layanan Kesehatan Primer, Dinkes Kabupaten Malang Kick Off ILP di Pendopo Agung
- Lima Daerah di Jatim Masuk Nominasi Award Peduli Ketahanan Pangan 2024
- Blusukan di Kelurahan Kampung Dalem, Ini yang Disampaikan Calon Wali Kota Bunda Fey
- Respon Program Pemberdayaan Masyarakat di Kota Kediri, Ini Penjelasan Ketua Fraksi PAN DPRD
“Nggak boleh dijual kalau sapi itu penyakitan. Jadi, sapi itu harus disembuhkan dahulu kalau sakit, baru kemudian bisa dilakukan pemotongan. Karena itu mempengaruhi kualitas daging yang dijualkan,” jelasnya.
Di pasar Oro-Oro Dowo sendiri, tiap minggunya dilakukan sidak daging yang dijualkan. Itu dilakukan, agar tidak ditemui kecurangan oleh penjual daging, dan mengecek kesehatan daging sapi yang dijual.
“Nggak mesti harinya, tapi pasti diperiksa ngambil sampel daging yang dijualkan ini. Benar atau nggak ini yang dijual daging sapi kualitas bagus atau daging celeng. Di sini, nggak ada yang ditemukan sebagai penjual nakal. Insyaallah, semua benar-benar menjaga kualitas,” bebernya.
Dikatakannya, kalau ditemukan penjual daging yang nakal, pasti akan ditindak. Untuk memilih daging sapi yang masih bagus, itu melihat dari warna daging sapinya. Jika daging berwarna putih itu berati sapinya tidak sehat atau sakit.
“Dari warna daging sapi, itu sudah kelihatan. Mungkin kalau sapinya sakit, dagingnya warna putih. Kalau daging sapi, itu warna merah berarti bagus, sehat dan segar,” katanya.
Dirinya berharap, agar tidak ada oknum-oknum yang menjualkan daging sapi dengan mengidap penyakit. Karena, itu akan berpengaruh kepada yang membeli dan penjual tetap.
“Mudah-mudahan, jangan sampai ada oknum yang seperti itu. Kasihan penjual dan pembelinya. Semoga sama-sama sadar dan wabah ini cepat selesai,” lanjutnya.
Sementara itu, salah satu penjual daging sapi di Pasar Besar Kota Malang, Sumina (42), juga mengalami hal yang serupa. Penjualan daging sapi miliknya, juga mengalami penurunan, meskipun harga masih tetap normal.
“Mengalami penurunan, karena ada isu sapi terkena PMK itu,” ujarnya.
Namun, dirinya tetap meyakinkan pembeli bahwa daging sapi yang dijualnya, itu aman. Karena pihaknya, mendapatkan daging sapi dari RPH Kota Malang.
“Ada beberapa pelanggan yang takut membeli daging sapi, tapi ya saya yakinkan kalau di sini aman. Karena kami kan dagingnya dapat dari RPH. Kalau ada apa-apa yang tanggung jawab ya RPH,” imbuhnya.
Sementara itu di tempat berbeda atau di pedagang daging sapi di Kota Batu, Latifah, menjelaskan bahwa harga daging sapi stabil di angka sekitar Rp 120 ribu per Kg. Sementara suplai daging, mengalami kelangkaan atau menurun. “Penjualan jumlahnya sama setiap hari, rata-rata 40 Kg,” terangnya.
Merebaknya PMK, juga membuat peternak di Desa Sumbergondo-Kota Batu, melakukan ‘ritual’ khusus untuk menjauhkan wabah PMK yang menyerang sapi. Trisno misalkan atau salah satu warga RT 4 RW 3, Dusun Tegalsari, Desa Sumbergondo, melakukan tradisi tolak wabah hewan ternak dengan cara mengoleskan daun jati ke bagian kepala hewan hingga mengeluarkan warna merah.
“Ritual atau tradisi ini merupakan keyakinan kami, secara turun temurun dari leluhur. Sehingga, selain adanya pendampingan dari pemerintah, setidaknya ini wujud ikhtiar kamu memohon perlindungan kepada Sang Pencipta untuk menghindarkan wabah,” ujar Trisno. (cm2/mg3)