Kota Batu

Datangkan Mesin Olah Sampah Bukan Solusi Utama

Diterbitkan

-

Memontum Batu—Proyek Dinas Lingkungan Hidup mendatangkan mesin pengolah sampah bukan solusi yang tepat hal tersebut diugkapkan langsung oleh Forum Kota Batu Sehat (FKBS) menilai proyeksi Dinas Lingkungan Hidup Kota Batu.

Ketua FKBS Salma Safitri menuturkan bahwa ada yang lebih penting dan fundamental daripada upaya mendatangkan mesin. Yakni pemberdayaan dan melibatkan peran serta masyarakat sendiri dalam membangun kesadaran lingkungan.

Menurutnya, daripada anggaran habis untuk mesin yang masih belum jelas kajiannya, akan lebih baik jika dana tersebut difokuskan pada gerakan solidaritas organik, yakni kesadaran masyarakat sendiri.

Seperti gerakan pemilahan sampah seperti giat Saber Pungli, Jumat Bersih dan lain-lain. Kan dampaknya lebih massif dan tentu melibatkan partisipasi masyarakat sendiri,” tuturnya

Advertisement

.
Menurut perempuan yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Omah Munir ini, dengan mengoptimalkan gerakan pilah sampah akan membawa dampak yang lebih signifikan dalam manajemen pengelolaan sampah di Kota Batu.

Salah satunya adalah mengatasi permasalahan penanganan sampah di Kota Batu. Dari gerakan pilah sampah, menurut Fifi sapaan akrabnya, sehingga bisa memangkas biaya akomodasi perjalanan transportasi, dalam hal ini pengangkutan sampah ke TPA Tlekung.

” Karena sudah ada mekanisme seleksi sampah di masing-masing tingkat RT/RW. Jadi yang diangkut ke TPA cuman berupa residu atau sampah basah yang tidak bisa diolah di tingkat rumah tangga. Tidak menumpuk lagi di TPA Tlekung,” kata dia.

Bahkan, beberapa jenis residu atau sampah basah ini pun menurut Fifi masih bisa diolah lagi. Beberapa jenis sampah basah masih bisa diolah menjadi pupuk organik maupun kompos.

Advertisement

Dari sisi ekonomi, gerakan pilah sampah juga bisa meningkatkan ekonomi masyarakat. Data yang tercatat dalam FKBS menyebutkan, dari 60 titik/wilayah pemilahan sampah se-Kota Batu yang terbentuk komunitas bank sampah, per RT/RW bisa menghasilkan pendapatan Rp 300 juta pertahun.

Oleh karena itu, Fifi mempertanyakan cara pandang pemerintah yang selalu berujung menawarkan solusi yang terlalu ndakik-ndakik, dalam hal ini melibatkan mesin untuk proyek lingkungan hidup.

“Nah cara berpikir pemerintah seperti ini harus dirombak, tidak melulu semua persoalan bisa diselesaikan dengan mesin. Cukup dengan bergerak bersama melibatkan masyarakat ikut andil terhadap kesadaran lingkungan kotanya sendiri,”pungkasnya. (lih/jun)

Advertisement
Advertisement
Lewat ke baris perkakas