Kota Malang
Dinsos P3AP2KB Kota Malang Wadahi Warga Terlantar di Tiga Liponsos
Memontum Kota Malang – Dinas Sosial (Dinsos) P3AP2KB Kota Malang, memberikan wadah bagi para Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di Kota Malang. Yakni, Camp Assesment atau Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos).
Kepala Bidang Rehabilitasi Perlindungan Jaminan Sosial (Replinjamsos) Dinsos-P3AP2KB Kota Malang, Titik Kristiani, menuturkan jika di Kota Malang sendiri ada tiga Liponsos. Yakni Pondok Lansia di Jalan Sunan Muria, Tuna Wisma Karya (TWK) yang berada di Sukun dan Camp Assessment yang berada di Kawasan Kampung Topeng Desaku Menanti, Kecamatan Kedungkandang.
“Di tiga tempat itu ada isinya, tapi itu sifatnya hanya shelter. Tentu peruntukkan per tempat itu berbeda-beda. Kalau Pondok Lansia untuk Lansia terlantar, tapi yang masih sehat. Sedangkan, TWK, itu bagi Lansia Bedridden. Contohnya seperti yang tidak bisa jalan,” jelas Titik, saat dikonfirmasi, Sabtu (17/12/2022) tadi.
Di tiga tempat tersebut, ujarnya, per Desember 2022 ini, hanya ada 14 orang. Dengan rincian, di camp asessment tersebut ada empat orang, kemudian di TWK Sukun ada enam orang, dan Pondok Lansia ada empat orang.
Baca juga :
- Pj Wali Kota Malang Terima Kunjungan Studi Lapangan Peserta Pelatihan Kepemimpinan Kemendagri
- Antisipasi Sengketa Aset, BKAD Sebut Perlunya Kesadaran dan Pelibatan Masyarakat
- Sosialisasi Perubahan Permendagri Soal BMD dan Aset, Pj Wali Kota Malang Ingatkan Kehati-hatian dan Tertib
- Plt Bupati Malang bersama Kemenkes Launching Integrasi Layanan Primer untuk 39 Puskesmas
- Sukses Hantarkan Penghargaan Kabupaten Malang Berpredikat ODF, Dinkes Ganti Program Jambanisasi
Dijelaskannya, jika masa tinggal di dalam Liponsos tersebut, hanya tujuh hari. Namun, bisa diperpanjang dua kali, atau maksimal bisa tinggal selama tiga minggu. Karena, itu hanya tempat tinggal sementara. “Karena tempat tinggal sementara, mereka tidak bisa menetap. Masa tinggal hanya tujuh hari, atau maksimal tiga minggu,” katanya.
Sementara itu, untuk petugas di masing-masing shelter bertugas untuk melakukan assessment, dan reunifikasi untuk dikembalikan kepada pengasuhan keluarga. Namun, dalam hal reunifikasi itu juga tidak mudah. “Kadang-kadang ada yang sudah tidak punya keluarga, dan keluarga lainnya itu keberatan untuk menampung mereka. Nah, itu diperlukan kerjasama dengan lurah, RT/RW, seperti itu,” lanjutnya.
Kemudian, dirinya juga menyampaikan jika ada beberapa permasalahan yang kerap terjadi. Seperti salah satu contohnya, ada anak-anak yang tidak pernah sekolah, dan diusir oleh warga. Karena diduga melakukan pelecehan seksual dan mau mencuri. Kemudian, itu diberi pendampingan oleh petugas PPA.
“Jadi kami berusaha begitu ada orang datang, langsung diassesment, langsung kita carikan jalan keluar. Kalau perlu dikirim ke UPT, misalnya ada anggota keluarga yang tidak mau menerima. Kemudian, setelah satu bulan lebih diberikan pendampingan di sheler, kami kembalikan ke keluarga, dan anaknya juga sudah berubah menjadi lebih baik,” imbuhnya. (rsy/gie)