Kabupaten Malang
Disnaker Kabupaten Malang, Fasilitasi Pelatihan Membatik Penyandang Disabilitas
Memontum Malang – Puluhan orang mengikuti pelatihan membatik. Pelatihan ini digelar oleh Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Malang yang bekerja sama dengan Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) Ganesa, Kepanjen. Menariknya, dalam kegiatan yang digelar sejak Kamis (16/5/019) dan Jumat (17/5/2019) lalu, juga menyertakan peserta penyandang cacat.
Dalam pelatihan itu, 17 orang peserta merupakan penyandang cacat. Umumnya merupakan tuli. Meski begitu, pihak LPK sengaja tidak memisahkan antara peserta yang difabel maupun tidak.
“Biar mereka semakin bisa membaur dan berkerja sama dengan baik bersama peserta yang lainnya,” ungkap Pimpinan LPK Ganesa, Hamidah, Senin (20/5/2019) ditemui di tempat latihan membatik.
Sementara itu, para peserta tampak sibuk memcanting dan mewarnai. Desain batik yang mereka usung sangat cantik. Bak pembatik profesional. Ada yang mengusung tema wayang dan tema flora.
Dengan telaten dan hati-hati, mereka mewarnai lembaran kain putih yang sudah bergambar dan sebagian memiliki warna itu. Menggunakan kuas kecil yang dicelup di pewarna kain, para peserta mulai mengisi ruang-ruang kosong.
Seorang peserta difabel, Bayu (18) asal Kecamatan Wagir tampak telaten memoleskan kuas bersaput warna ungu ke selembar kain yang sudah digambar dengan bentuk bunga. Dengan tenang, remaja bermata biru itu memoleskan kuas. Setelah semua gambar bunga diwarnai, barulah dia memoleskan warna hijau tua untuk daunnya.
Bukan hanya Bayu saja difabel yang tampak serius mewarnai kain batik mereka. Alifah (20) dan Wulan (19) asal Turen juga tampak telaten menyelesaikan pewarnaan. Sesekali mereka bercakap-cakap dalam bahasa isyarat.
“Kami senang mengikuti pelatihan membatik ini. Tidak susah, mudah dan materinya bisa kami tangkap,” kata Alifah dengan bahasa isyarat.
Pendamping para peserta difabel, Intan Kumalasari dari SLB Dharma Wanita 01 Pakisaji menjelaskan, tidak ada perbedaan pemberian materi bagi peserta penyandang disabilitas atau bukan. Menurutnya semua diperlakukan sama.
“Peserta difabel juga lancar mengikuti kegiatan. Mereka dapat menangkap materi dengan baik. Masalah komunikasi bukan jadi kendala ya, jika memang tidak mengerti bahasa isyarat yang menggunakan tulisan,” ujarnya.
Terpisah, Kepala Bidang Pelatihan dan Produktivitas (Lattas) Disnaker Pemkab Malang, M Yekti Pracoyo menjelaskan, pelatihan ini tidak hanya memberikan keterampilan bagi para peserta, khususnya difabel. Namun juga memberikan mereka kemampuan untuk berwirausaha. Hal ini terlihat dari materi yang diberikan selama pelatihan.
Menurut Yekti sapaan akrabnya, para peserta juga mendapatkan materi mengenai kewirausahaan dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Serta materi mengenai pembiayaan keuangan bagi wirausahawan dari Bank Jatim.
“Kami berdayakan difabel agar lebih mandiri. Kemudian, merujuk pada petunjuk dari Pak Kadis (Drs Yoyok Wardoyo MM), kami tidak hanya memberikan pelatihan saja. Namun juga kelanjutan jadi ada sustainable. Sehingga nanti muaranya dapat berwirausaha,” tegasnya.
Yekti menambahkan, nantinya juga akan ada kerjasama dengan dua perusahaan batik. Mereka berasal dari Probolinggo dan Kepanjen. Sistem kerjasamanya, para perusahaan memberikan alat dan bahan bagi para peserta pelatihan. Kemudian peserta bisa mengerjakan di rumah. Selanjutnya, jika sudah selesai akan diambil oleh perusahaan tersebut. Sementara para perajin juga mendapatkan penghasilan.
“Jadi pelatihannya tidak berhenti sampai di sini tapi ada kelanjutan. Kemungkinan model kerja sama ini akan dilaksanakan usai Lebaran,” paparnya.
Masih kata Yekti, pelatihan membatik dipilih karena kerajinan ini adalah warisan budaya tak benda. Selain itu juga menjadi bagian dari budaya Indonesia. Pelatihan ini tidak hanya untuk memberikan pembekalan kemampuan bagi para peserta. Namun juga melestarikan kebudayaan lokal Indonesia yang sudah mendunia itu.
“Dengan melestarikan batik, diharapkan juga dapat berdampak pada peningkatan pariwisata,” pungkasnya. (Sur/oso)