SEKITAR KITA

Ketua PKK Trenggalek Ajak Santri Jadi Pejuang-Pejuang Masa Kini

Diterbitkan

-

SOSIALISASI: Ketua PKK Trenggalek, Novita Hardiny, saat menghadiri sosialisasi CEPAK di Kecamatan Dongko. (memontum.com/mil)

Memontum Trenggalek – Sosialisasikan gerakan Cegah Perkawinan Anak (Cepak) dan peningkatan kapasitas Pondok Pesantren ramah anak, Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Trenggalek, Novita Hardiny, mengajak santri untuk bisa menjadi pejuang-pejuang masa kini dengan menjadi agen perubahan mengajak teman sebaya menjadi generasi harapan Kabupaten Trenggalek.

“Angka perkawinan usia anak menjadi salah satu alasan saya berupaya menggerakkan semua lini yang ada untuk bisa menjaga generasi penerus, menjadi generasi berkualitas,” kata Novita saat dikonfirmasi, Selasa (24/10/2023) siang.

Menurutnya, hamil di usia muda sangatlah beresiko. Karena selain belum matang dan beresiko anak cacat atau stunting karena rahim anak belum kuat. Pernikahan di usia belum matang akan membebani orang tua dan cenderung menciptakan kemiskinan baru. Hal inilah yang mejadikan alasan kenapa Ketua Tim Penggerak PKK itu getol memerangi perkawinan anak.

“Menikah itu tidak hanya modal cinta, perlu dibarengi ilmu dan pengetahuan cukup. Alasannya karena menikah itu tujuannya mencari berkah. Maka dari itu, menikah itu perlu dibarengi pengetahuan dan bekal yang cukup, sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan keluarga yang berkah dan sejahtera,” imbuhnya.

Advertisement

Baca juga:

Dalam kesempatan itu, istri Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin, ini mengajak santri tidak hanya ngaji Al Quran melainkan juga mau mengaji kehidupan. “Ada tanggung jawab kita mengajak teman sebaya kita menjadi generasi harapan Kabupaten Trenggalek. Aktifkan lingkungan kita menjadi lingkungan yang sehat. Tugas kita saat ini tidak hanya dalam lingkup keluarga, melainkan juga berjuang untuk lingkungan dan juga Trenggalek. Ajak para santri bisa menjadi pejuang pejuang masa kini,” sambungnya.

Novita berharap, di Kecamatan Dongko, bisa dibuka ruang-ruang diskusi untuk generasi muda. Sehingga diskusi tidak hanya pada ruang-ruang resmi saja, namun bisa dilakukan sewaktu-waktu meskipun di ruang terbuka.

Menurut penggiat perempuan dan anak itu, generasi punya hak untuk diberikan ruang untuk berpartisipasi aktif dalam menyampaikan pendapat. Korban kekerasan verbal lebih cenderung tidak berani bersuara melaporkan kekerasan yang dihadapi.

“Saya berharap dengan adanya fasilitasi ruang diskusi mereka berani bersuara. Juga generasi muda nantinya bisa menjadi agen perubahan dengan memanfaatkan dunia digital,” harap Novita. (mil/gie)

Advertisement
Advertisement
Lewat ke baris perkakas