Hukum & Kriminal
Konflik Lahan PTPN XII Pancursari Memanas
Dewan Minta, Pemkab Malang Segera Turun Tangan
Memontum Malang – Konflik lahan PTPN XII Kebun Pancursari Desa Tegalrejo Kecamatan Sumbermanjing Wetan (Sumawe) Kabupaten Malang makin memanas, Sabtu (21/9/2019) siang.
Di lokasi, ratusan warga tak dikenal melakukan perusakan sebanyak 54 ribu bibit karet di wilayah Afdeling Bumirejo wilayah setempat.
Aksi itu terjadi, setelah PTP melakukan pembasmian rumput di areal seluas 70 hektar dengan menggunakan obat cairan roundup pekan lalu. Hal itu dilakukan untuk rencana tanaman karet yang ke depan untuk membuka lapangan pekerjaan baru bagi warga Desa Tegalrejo sendiri.
Di satu sisi, warga beranggapan penyemprotan rumput itu dilakukan oleh PTP di atas areal yang masih bersengketa.
Sementara itu, seorang Petugas Keamanan (PK) kebun Pancursari menjelaskan, perusakan tanaman berusia 4 bulan ini dilakukan oleh sekelompok orang luar desa Tegalrejo.
“Dengan berkendaraan sepeda motor,pada pukul 06.00, massa yang berkekuatan sekitar 150 orang itu tiba-tiba masuk kawasan bedengan karet. Selain membawa dua tangki air bervolume 20 liter, ada sebagian membawa parang.
Tangki itu ternyata berisi roundup (obat pembasmi rumput).Kemudian disemprotkan ke bibit karet berketinggian 70 hingga 100 Cm itu.
Juga dijelaskan, dari aparat kepolisian sendiri sudah berusaha menghalau dan memberi pemahaman kepada para pelaku. Namun arahan itu tak digubris. Dengan aksi brutalnya, massa tetap masuki dikawasan seluas sekitar 2 hektar itu.
“Dari depan ada yang mengomando ” ulas petugas itu, sembari minta namanya tidak dicantumkan.
Informasi di lapangan menyebutkan, aksi warga desa itu dipicu atas sengketa lahan warga Desa Tegalrejo dan PTPN XII Pancursari. Dimana Hak Guna Usaha (HGU) yang dikelola PTPN XII seluas 1.300 hektar, warga menduga ada kelebihan HGU atau lebih dari 2.000 hektar.
Terpisah, Hendro Prasetyo manajer PTPN XII Kebun Pancursari membenarkan perusakan 54ribu batang bibit karet itu. Akibat aksi brutal yang dilakukan oleh sekelompok orang itu, pihaknya harus menderita kerugian sebesar Rp 193juta.
Hendro juga menjelaskan, dengan dibedengnya puluhan ribu bibit karet ini rencananya akan akan ia tanam di areal seluas 73 hektar dengan tujuan untuk membuka lapangan pekerjaan baru bagi warga Desa Tegalrejo.
“Kami sudah rencana untuk membuka lapangan pekerjaan baru mulai dari penyadapan dan pemeliharaan, yang ke depan untuk warga Tegalrejo sendiri,” terang Hendro.
Dihubungi Minggu (22/9/2019) kemarin, H Mahrus Ali anggota DPRD Kabupaten Malang meminta, agar BPN atau pihak Agraria untuk mengukur kembali keluasan HGU yang dikuasai PTPN XII. Puncak aksi warga desa Tegalrejo tak bisa dibendung setelah dalam seminggu terakhir, sekitar 70 hektar tanaman tebu milik warga Tegalrejo mati setelah disemprot obat pembasmi rumput.
“Aksi warga itu sebenarnya ingin menghalau agar tidak terjadi benturan. Karena dalam kasus ini berada pada tanah yang masih bersengketa. Warga merasa rugi karena tanaman tebunya mati setelah disemprot obat pembasmi rumput,” terang politisi PKB ini.
Mahrus Ali sendiri wakil rakyat dari dapil 3 meliputi Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Gedangan, Bantur, Pagak dan Kecamatan Donomulyo.
“Tebu yang mati tanamannya warga. Tapi berada di lahan yang masih sengketa dengan PTPN XII. Kami berharap dan mendesak pemerintah daerah segera turun tangan. Sehingga persoalan ini bisa cepat diselesaikan,” tegas wakil rakyat yang akrab disapa Gus Mahrus ini.
Kata Gus Mahrus, penyemprotan tanaman tebu milik warga oleh orang tidak dikenal, sudah terjadi dalam sepekan terakhir. “Warga sudah memperingatkan. Hari ini warga ingin menghalau agar jangan ada perusakan lagi,” bebernya.
Ia menambahkan, atas permasalahan ini, Pemkab Malang harus ikut turun tangan. Supaya persoalan sengketa tanah di Desa Tegalrejo, segera diselesaikan.
“Pemkab harus turun. Mau mendengarkan apa yang menjadi aspirasi warga. Warga juga berharap harus ada pengukuran kembali. Kalau memang HGU yang dikelola PTPN XII Pancursari sesuai 1.300 hektar ya silahkan. Tapi kalau ternyata luas HGU setelah diukur lebih dari 1.300 hektar, harusnya diserahkan ke warga untuk dikelola,” Gus Mahrus mengakhiri wawancara. (tim/oso)