Kota Batu
Korban Penipuan Donor Ginjal Segera Lakukan Upaya Hukum
Memontum Malang– Kuasa hukum korban penipuan donor ginjal, menegaskan dia akan melakukan upaya hukum. Menurut Yassiro Ardhana Rahman SH MH, kuasa hukum Ita Diana (41) warga Jl Wukir Gang V, Kelurahan Temas, Kecamatan Batu, Kota Batu, kasus ini sudah masuk kategori pidana dan melanggar aturan Undang Undang Kesehatan.
”Kita akan melakukan upaya hukum, sesuai prosedur yang berlaku. Karena bagaimana pun transplantasi ginjal sudah dilarang. Meskipun atas motif ekonomi.
Dalam kasus penipuan ginjal ini, diduga melibatkan 2 dokter senior dari rumah sakit terbesar di Kota Malang. Oleh karena itu, untuk mendapatkan keadilan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
“Dari awal sudah dijelaskan, Bu Ita sudah deal Rp 350 juta. Tetapi sampai hari ini masih menerima Rp 74 jutaan. Di sini sudah kelihatan transplantasi ginjal bermotif ekonomi. Sehingga akan kita dilimpahkan ke aparat hukum,” ujarnya. Beberapa bukti chat dengan Bu Ita, panggilan Ita Diana, dan bukti sayatan bekas operasi di tubuh Bu Ita sebagai alat bukti.
Sedangkan Bu Ita, rela ginjal sebelah kirinya didonorkan, karena diiming-iming akan dilunasi semua hutangnya. Ita mengungkapkan, awalnya ia dijanjikan akan dilunasi hutangnya oleh seseorang bernama Ninik. Kalau dia mau memberikan ginjalnya kepada suami Ninik yang bernama Erwin, warga Jl Kaliurang no 6 Kota Malang.
”Harapan kedepannya agar peristiwa ini tidak ada kasus serupa di Kota Malang maupun di daerah lainnya. Semoga kasus Bu Ita sebagai kasus yang terakhir. Kasus Bu Ita ini, dianggap ilegal karena prosedurnya tanpa seijin suami maupun keluarga,” ungakapnya.
”Nanti semua tanggungan ibu akan saya lunasi, itu ucapan Bu Ninik kepada saya,” ungkap Ita.
Seminggu sebelum Operasi, kata Ita, tepatnya tanggal 17 Februari 2017, dia diinapkan di hotel belakang Rumah Sakit Syaiful Anwar (RSSA), bernama Hotel Jurnas. Di situlah Ita dirayu agar mau memberikan ginjalnya.
Operasi transplantasi ginjal dilakukan di lantai tiga paviliun kelas satu, dengan waktu operasi mulai 07.00 Wib sampai 11.00 Wib di RSSA Malang.
”Selama menginap, saya diberi uang senilai 75.000 rupiah per hari selama tujuh hari. Sejak sebelum operasi tanggal 17 Februari 2017 sampai tanggal 24 Februari 2017,” paparnya.
”Tanda tangan di depan dokter Rifai,” katanya. ”Kalau ada kesepakatan lain, diluar tanggung jawab kami. Dokter bilang gitu,” kata Ita. Namun, saat ini Ita menyesali semua itu. Pasalnya, usai operasi transplantasi dilakukan, dan ginjal sebelah kirinya didonorkan kepada Erwin, janji yang ia harapkan tak kunjung ia dapatkan. Hanya isapan jempol belaka.
”Organ saya berikan karena dia berjanji mau melunasi hutang saya sebesar 350 jutaan. Eh tahunya kayak gini,” ungkap Ita kepada wartawan. Karena janji tak kunjung dia peroleh, ia pun menagih yang diharapkan. Tetapi malah dibantah oleh penerima ginjal, baik oleh Ninik maupun Erwin. Karena ucapan itu hanya di mulut saja dan tidak ada hitam di atas putih. Meski tidak ada hitam di atas putih, Ita meminta agar keluarga Erwin segera menepati janjinya. ”Saya sudah mondar-mandir tiga kali menagih janji kekurangan uang itu,” ungkapnya. Dirinya juga diberikan obat-obatan oleh salah satu perawat.
Sementara itu, Profesor DR Mujia Raharjo menambahkan, bahwa kasus persoalan ginjal ini lebih disebabkan karena himpitan ekonomi.
“Mas..orang sudah bingung mau bekerja tidak ada peluang. Tidak memiliki keterampilan yang memadai. Akibatnya demi memenuhi kebutuhan hidup, organ tubuh yang mestinya dirawat malah dijual,” ujarnya.
Menurutnya pemicunya lebih disebabkan karena anomali sosial, yaitu perilaku menyimpang dari keadaan normal. Sehingga orang tanpa berpikir rasional melakukan apa saja demi memenuhi kebutuhannya.
“Ukurannya adalah melakukan tindakan yang tidak normal dan biasanya bertentangan dengan norma-norma umum di masyarakat. Ya masyarakat kelas bawah Mas (low class society pendidikan rendah) dan akibatnya banyak,” tegasnya. (met/yan)