Berita
Kunjungi Kandangan dan Rejeni, BHS Disambati Pengusaha Krupuk dan Arum Manis Soal Bahan Baku dan Permodalan
Memontum Sidoarjo – Bakal Calon Bupati (Bacabup) Sidoarjo, Bambang Haryo Soekartono (BHS) mengunjungi sejumlah pengusaha industri krupuk, arum manis, brondong dan jipang yang ada di Desa Kandangan dan Desa Rejeni, Selasa (07/04/2020). Dalam kunjungan bersamaan penyemprotan disinfektan itu, rata-rata para pemilik Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menyampaikan fluktuasi harga bahan baku tepung, suplai tepung dan harganya yang tidak stabil.
Selain itu, juga mengeluhkan masalah permodalan serta harga gula yang tidak stabil. Sejumlah keluhan itu, bakal dijadikan BHS untuk mencari solusi dan pokok permasalahannya dalam menentukan kebijakan untuk masa depan UMKM di Sidoarjo. Apalagi, selama ini UMKM harus dipertahankan dan dikenal mampu menopang pertumbuhan perkonomian daerah, propinsi dan pertumbuhan perekonomian secara nasional.
“Saat para pengusaha krupuk yang berjumlah sekitar 700 UMKM mengeluhkan soal harga bahan baku yang naik turun dengan harga antara Rp 7.000 sampai Rp 10.000 per kilogram, selayaknya Sidoarjo menerapkan program swasembada tepung untuk menopang ratusan produsen krupuk yang ada di sejumlah desa di Kecamatan Krembung, Tulangan, Sidoarjo dan Kecamatan Jabon,” terang Bambang Haryo Soekartono, Selasa (7/4/2020).
Program swasembada tepung, kata BHS bisa dilaksanakan di Sidoarjo. Caranya dengan memanfaatkan 5 persen dari lahan pertanian di Sidoarjo yang masih sekitar 12.500 hektar. Yakni dimanfaatkan dengan menanam singkong (ketela pohon). Sisanya bisa tetap dimanfaatkan untuk menanam padi dan sayuran.
“Saat lahan pertanian sudah ditanami singkong, maka saya akan mengundang para investor tepung untuk membangun pabrik tepung di Sidoarjo. Hal ini agar pasokan bahan baku tepung tidak hanya mengandalkan dari Jawa Tengah dan Lampung lantaran harganya sudah dikartalisasi,” imbuhnya.
Mantan anggota DPR RI periode 2014 – 2019 ini, memaparkan jika selama ini ketela pohon dibeli produsen tepung antara Rp 2.500 sampai Rp 3.500 per kilogram dengan perkiraan biaya produksi tepung mencapai Rp 2.000 per kilogram maka dipastikan harga tepung hanya seharga Rp 5.300 sampai Rp 5.500 per kilogram sampai ke produsen krupuk. Melalui hitungan itu, maka produsen (UMKM) krupuk bisa mendapatkan laba antara 20 sampai 25 persen sekali produksi.
“Selama ini pemilik UMKM Krupuk baik di Tulangan maupun Krembung sudah masuk generasi kedua. Tapi mereka bertahan dengan keuntungan sangat minim. Bahkan keuntungannya hanya 2 persen atau dibawa deposito. Harusnya keuntungannya di atas bunga deposito. Karena itu, saya berkeinginan mereka (UMKM) pendapatannya terdongkrak hingga membuat perekonomian Sidoarjo stabil,” tegasnya.
Selama ini, meski banyak industri krupuk di wilayah Sidoarjo, lanjut BHS tak menyurutkan pemasaran. Hal ini lantaran setiap produk krupuk memiliki spesifikasi sendiri-sendiri. Bahkan sebagian sudah ahlinya dalam menciptakan rasa krupuk. Hanya saja produk krupuk satu dengan lainnya dibedakan pada label (kemasan) saja. Sedangkan kebutuhan krupuk di Jatim dan nasional sangat besar.
“Kalau memang ada yang siap pemasaran dengan sistem online (digital) maka kami akan kami siapkan tim untuk mengajarinya. Kalau siap akan dimasukkan dalam sentra market yang bakal kami siapkan di Pasar Seni Pondok Mutiara agar bisa bersaing,” paparnya.
Sementara H Hanif salah seorang pemilik industri kerupuk dengan jumlah 3 unit mengaku sangat mengapresiasi program BHS dalam memperjuangkan UMKM Sidoarjo, terutama para pengusaha krupuk yang jumlahnya mencapai hampir 1.000 orang itu.
“Untuk pemasaran tidak begitu ada kendala. Masalahnya hanya di permodalan dan bunga bank serta yang utama masalah bahan baku tepung itu. Kami harap harganya stabil dan mudah diperoleh agar produksi krupuk kami stabil,” tandasnya. Wan/yan