SEKITAR KITA
Menunggu Jembatan Rampung, Warga Desa di Jember harus Seberangi Sungai dengan Perahu Getek
Memontum Jember – Warga di Dusun Bregoh, Desa Sumberejo dan Dusun Ungkalan, Desa Sabrang, Kecamatan Ambulu, selama empat bulan terakhir sepertinya harus bersabar. Itu karena, jembatan penghubung antar dua desa tersebut, masih dalam tahap perbaikan sejak bulan Juli 2021 lalu.
Akibatnya, warga pun saat akan beraktifitas, harus melintasi Sungai Mayang, dengan perahu getek. Saat perahu melintasi sungai, pun rawan terjadi kecelakaan karena arus sungai selebar 100 meter dengan kedalaman 5-6 meter, cukup deras. Terlebih, kini tengah musim penghujan.
Sementara, jembatan darurat yang dibuat oleh warga, pun tidak bisa digunakan sebagaimana harapan, karena debit air sungai cukup tinggi dan kondisinya rusak. Jika tidak menyeberang dengan menggunakan perahu, warga harus memutar jauh. Untuk memotong jarak dan waktu, mereka harus menumpang perahu tersebut.
Setiap kali menumpang, warga harus membayar jasa perahu getek sebesar Rp 2 ribu sekali melintas. Kondisi ini dikeluhkan warga pasalnya jembatan penghubung antar dua desa itu sangat dibutuhkan warga saat beraktifitas keluar masuk pemukiman mereka.
Salah seorang warga Dusun Ungkalan, Desa Sabrang, Susi Solehatin mengaku sering melintasi Sungai Mayang itu dengan menggunakan perahu getek. “Saya sering lewat sini, karena tidak ada jalan lain dan satu-satunya lewat sini. Apalagi sudah sebulan ini pakai (perahu) getek. Karena (sekitar 3 bulan belakangan), gladak sesek (jembatan darurat dari bambu) itu rusak jadi aksesnya diganti pakai getek ini,” kata Susi saat akan melintasi sungai, Senin (08/11/2022).
Ditambahkan Susi, akses jalan melintasi sungai dengan menggunakan perahu getek itu, dianggap penting. Karena satu-satunya akses jalan paling cepat untuk melintas antar dua desa. “Kalau semisal lewat jalan lain ada. Tapi harus mutar jauh kurang lebih 15 km dan harus lewat hutan. Jalur Lintas Selatan sih. Jadi lebih enak lewat sini,” katanya.
Ditanya bagaimana perasaanya harus mengeluarkan uang sebesar Rp 2 ribu sekali melintasndengan perahu getek, Susi mengaku tidak jadi masalah. “Iya tidak apa-apa sih, tapi kan kalau sering lumayan kalau ditotal. Ya semoga saja perbaikan jembatan itu cepat selesai. Jadi aktifitas kembali normal,” kata wanita yang juga berprofesi sebagai guru TK ini.
Sementara itu menurut petugas yang membantu penyeberangan Basori, adanya aktifitas melintasi Sungai Mayang itu dengan menggunakan perahu getek, sudah ada sejak sebulan belakangan.
“Sebulanan ini ada perahu getek ini. Sebelumnya ada sesek (jembatan darurat dari bambu itu). Tapi karena musim penghujan, debit air pasang surut. Jembatan gantung (darurat) itu rusak dan tidak bisa digunakan. Akhirnya sementara diganti dengan perahu getek ini,” kata pria yang juga akrab dipanggil Abas ini.
Abas mengaku, setiap warga melintas ada tarikan Rp 2 ribu seikhlasnya. Karena untuk melintasi sungai tersebut menggunakan tenaga manusia untuk menggerakkan perahu. “Setiap harinya ada sistem piket, sehari ada 5 petugas dari pagi sampai malam hari. Waktunya tidak tentu. Tugasnya membantu melintas sungai ini. Jarak tempuhnya kurang lebih 80 meteran,” jelasnya.
Lebih lanjut Abas mengatakan, dalam sehari ada 300 orang yang melintas menggunakan perahu getek tersebut. Sehingga penghasilan per hari dari adanya perahu getek tersebut, kurang lebih Rp 600 ribu. “Itu belum termasuk gaji (honor) dari petugas (yang membantu menarik perahu getek). Bersih bisa sampai Rp 250 ribu,” katanya. Nantinya uang itu dipakai untuk kegiatan sosial antar warga.
Untuk melintas menggunakan perahu getek hanya bisa menyebrangkan pengguna motor . “Mobil tidak bisa. Biasanya yang melintas pengendara motor, membawa hasil pertanian, atau habis mencari rumput untuk pakan ternak. Sekali melintas biasanya 5 – 6 motor. Sebenarnya selain harus menyeberang, ada jalan alternatif. Tapi jarak jauh dan jalanannya becek (licin). Jadi masyarakat lebih memilih lewat sini (melintas sungai menggunakan perahu getek),” sambungnya.
Perbaikan jembatan itu sudah berlangsung selama kurang lebih 4 bulan. Namun hingga saat ini belum ada tanda-tanda kapan selesai. Jembatan model gantung itu harus diperbaiki karena kondisinya miring. Sangat berbahaya karena rawan putus dan mencelakai warga yang melintas di atasnya.
Sejumlah awak media kemudian berusaha meminta konfirmasi dari Kepala Desa Sumberejo yang saat ini dijabat oleh seorang Pelaksana Jabatan (Pj). Namun Pj Kades Sumberejo, Samsuri sedang tidak ada di kantornya. Menurut informasi dari salah seorang perangkat desa setempat, Pj Kades Samsuri sudah pulang lebih dulu. “Pak Pj Kades sudah pulang sekitar jam 1 siang tadi. Karena rumahnya jauh di sekitar Desa Pontang sana,” ujarnya singkat. (ark/rio/gie)
Menunggu Jembatan Rampung, Warga Desa di Jember harus Seberangi Sungai dengan Perahu Getek
Memontum Jember – Warga di Dusun Bregoh, Desa Sumberejo dan Dusun Ungkalan, Desa Sabrang, Kecamatan Ambulu, selama empat bulan terakhir sepertinya harus bersabar. Itu karena, jembatan penghubung antar dua desa tersebut, masih dalam tahap perbaikan sejak bulan Juli 2021 lalu.
Akibatnya, warga pun saat akan beraktifitas, harus melintasi Sungai Mayang, dengan perahu getek. Saat perahu melintasi sungai, pun rawan terjadi kecelakaan karena arus sungai selebar 100 meter dengan kedalaman 5-6 meter, cukup deras. Terlebih, kini tengah musim penghujan.
Sementara, jembatan darurat yang dibuat oleh warga, pun tidak bisa digunakan sebagaimana harapan, karena debit air sungai cukup tinggi dan kondisinya rusak. Jika tidak menyeberang dengan menggunakan perahu, warga harus memutar jauh. Untuk memotong jarak dan waktu, mereka harus menumpang perahu tersebut.
Setiap kali menumpang, warga harus membayar jasa perahu getek sebesar Rp 2 ribu sekali melintas. Kondisi ini dikeluhkan warga pasalnya jembatan penghubung antar dua desa itu sangat dibutuhkan warga saat beraktifitas keluar masuk pemukiman mereka.
Salah seorang warga Dusun Ungkalan, Desa Sabrang, Susi Solehatin mengaku sering melintasi Sungai Mayang itu dengan menggunakan perahu getek. “Saya sering lewat sini, karena tidak ada jalan lain dan satu-satunya lewat sini. Apalagi sudah sebulan ini pakai (perahu) getek. Karena (sekitar 3 bulan belakangan), gladak sesek (jembatan darurat dari bambu) itu rusak jadi aksesnya diganti pakai getek ini,” kata Susi saat akan melintasi sungai, Senin (08/11/2022).
Ditambahkan Susi, akses jalan melintasi sungai dengan menggunakan perahu getek itu, dianggap penting. Karena satu-satunya akses jalan paling cepat untuk melintas antar dua desa. “Kalau semisal lewat jalan lain ada. Tapi harus mutar jauh kurang lebih 15 km dan harus lewat hutan. Jalur Lintas Selatan sih. Jadi lebih enak lewat sini,” katanya.
Ditanya bagaimana perasaanya harus mengeluarkan uang sebesar Rp 2 ribu sekali melintasndengan perahu getek, Susi mengaku tidak jadi masalah. “Iya tidak apa-apa sih, tapi kan kalau sering lumayan kalau ditotal. Ya semoga saja perbaikan jembatan itu cepat selesai. Jadi aktifitas kembali normal,” kata wanita yang juga berprofesi sebagai guru TK ini.
Sementara itu menurut petugas yang membantu penyeberangan Basori, adanya aktifitas melintasi Sungai Mayang itu dengan menggunakan perahu getek, sudah ada sejak sebulan belakangan.
“Sebulanan ini ada perahu getek ini. Sebelumnya ada sesek (jembatan darurat dari bambu itu). Tapi karena musim penghujan, debit air pasang surut. Jembatan gantung (darurat) itu rusak dan tidak bisa digunakan. Akhirnya sementara diganti dengan perahu getek ini,” kata pria yang juga akrab dipanggil Abas ini.
Abas mengaku, setiap warga melintas ada tarikan Rp 2 ribu seikhlasnya. Karena untuk melintasi sungai tersebut menggunakan tenaga manusia untuk menggerakkan perahu. “Setiap harinya ada sistem piket, sehari ada 5 petugas dari pagi sampai malam hari. Waktunya tidak tentu. Tugasnya membantu melintas sungai ini. Jarak tempuhnya kurang lebih 80 meteran,” jelasnya.
Lebih lanjut Abas mengatakan, dalam sehari ada 300 orang yang melintas menggunakan perahu getek tersebut. Sehingga penghasilan per hari dari adanya perahu getek tersebut, kurang lebih Rp 600 ribu. “Itu belum termasuk gaji (honor) dari petugas (yang membantu menarik perahu getek). Bersih bisa sampai Rp 250 ribu,” katanya. Nantinya uang itu dipakai untuk kegiatan sosial antar warga.
Untuk melintas menggunakan perahu getek hanya bisa menyebrangkan pengguna motor . “Mobil tidak bisa. Biasanya yang melintas pengendara motor, membawa hasil pertanian, atau habis mencari rumput untuk pakan ternak. Sekali melintas biasanya 5 – 6 motor. Sebenarnya selain harus menyeberang, ada jalan alternatif. Tapi jarak jauh dan jalanannya becek (licin). Jadi masyarakat lebih memilih lewat sini (melintas sungai menggunakan perahu getek),” sambungnya.
Perbaikan jembatan itu sudah berlangsung selama kurang lebih 4 bulan. Namun hingga saat ini belum ada tanda-tanda kapan selesai. Jembatan model gantung itu harus diperbaiki karena kondisinya miring. Sangat berbahaya karena rawan putus dan mencelakai warga yang melintas di atasnya.
Sejumlah awak media kemudian berusaha meminta konfirmasi dari Kepala Desa Sumberejo yang saat ini dijabat oleh seorang Pelaksana Jabatan (Pj). Namun Pj Kades Sumberejo, Samsuri sedang tidak ada di kantornya. Menurut informasi dari salah seorang perangkat desa setempat, Pj Kades Samsuri sudah pulang lebih dulu. “Pak Pj Kades sudah pulang sekitar jam 1 siang tadi. Karena rumahnya jauh di sekitar Desa Pontang sana,” ujarnya singkat. (ark/rio/gie)