Hukum & Kriminal
Oknum Guru Lumajang Jadi Tersangka Pencabulan Muridnya
Memontum Lumajang – Oknum guru PJOK SMPN 01 Lumajang yang diduga melakukan pencabulan pada siswinya ditetapkan sebagai tersangka, hari ini, Rabu (18/3/2020) siang. TMS nama inisial, oknum guru tersebut datang ke Polres Lumajang dengan didampingi penasehat hukumnya.
Kasat Reskrim Polres Lumajang AKP Maskur SH, ketika dikonfirmasi wartawan memontum.com mengatakan, bahwa memang benar pihaknya saat ini menangani kasus dugaan pencabulan itu. “Kami memang menangani perkara dugaan pencabulan yang dilakukan oleh oknum guru yang mana kejadian itu dilaporkan pada 20 januari 2020 lalu. Kejadiannya sebenarnya adalah 17 oktober 2019 dan baru dilaporkan pada 20 januari,” ungkapnya.
Dijelaskan, modus dari terlapor memanggil korbannya ke ruang UKS. Setelah diruang tersebut korban disuruh duduk di tempat semacam tempat tidur, lalu korban dicium pada pipi, pada bibir dan kening. “Modus operandinya adalah terlapor ini, oknum ini memanggil korban untuk masuk keruangan UKS. Pada saat itu korban dengan tanpa curiga karena yang memanggil adalah oknum guru, sehingga mengikuti panggilan itu, setelah diruang uks itu kemudian korban di suruh duduk di tempat semacam tempat tidur gitu, lalu korban dicium pada pipi, pada bibir dan kening. Pada saat setelah korban disuruh turun, pura-pura menurunkan dari tempat tidur. Sementara yang melaporkan hanya satu dan pengakuan dari oknum baru kali ini melakukan itu,” jelasnya.
Kasat Reskrim mengimbau pada para pendidik untuk saling mengingatkan terkait dalam melakukan pembinaan pada murid, ia juga mengingatkan para orang tua untuk selalu memberi nasehat putra-putrinya agar selalu waspada. “Harapan kami pada para pendidik, para guru agar saling mengingatkan satusama lain, terkait dengan bagaimana melakukan pembinaan pada muridnya. Terhadap para murid dan para orang tua juga, berikan pengertian pada putra putrinya untuk selalu waspada dan hati-hati dalam hal mengikuti perintah-perintah atau permintaan dari siapapun itu, diluar dari keluarganya sendiri,” terangnya.
Ditanya terkait korban lain dalam kasus ini, kasat mengatakan, sementara ini karena belum ada pelapor lain jadi pihaknya melihat belum ada indikasi korban lain. Manakala ada yang merasa pernah di cabuli oleh oknum tersebut dipersilahkan untuk melaporkan ke polres lumajang. “Pemeriksaan sudah kami lakukan dan terhadap oknum ini, sudah kita tetapkan sebagai tersangka, kita jerat dengan pasal 82 UU RI tahun 2016 tentang tindak pidana perbuatan cabul,” tegasnya.
Sementara itu, terlapor melalui kuasa hukumnya, Mahmud SH, mengatakan, jika kliennya dipanggil dalam kapasitas sebagai tersangka. “Inikan TSM dipanggil sebagai tersangka, karena diduga melakukan perbuatan cabul terhadap salah satu siswinya. Yang jelas sebagai tersangka,” katanya.
Menurutnya, hal ini masih meragukan, dia menganggap hal ini karangan dari anak (murid) dan fakta cabulnya tidak ada. “Tapi dari ceritanya ini masih meragukan, kelihatannya hanya karangan dari anak yang bersangkutan. Kayaknya faktanya tidak ada. Fakta cabulnya itu ndak ada, keterangannya TMS kan cuma cipika cipiki, kemudian cium kening itu saja, ndak ada perbuatan lain-lain,” tutur Mahmud.
Terkait kepindahan TMS ke kecamatan, kata dia, pihaknya masih akan menanyakan ke Pemkab. Ia menganggap Pemkab Lumajang tidak mendahulukan azas praduga tidak bersalah. “Itu yang ingin saya tanyakan ke pemkab, ini kan pemkab sudah mendahului belum ada putusan hakim yang menyatakan TMS bersalah kok sudah ada sangsi, kecuali ada penggunaan, ada penyalah gunaan keuangan misalnya. Setelah di audit internal ditemukan walaupun belum diserahkan kejaksaan ya monggolah kalau mau dikasih sangsi dipindah. Lho ini kan dari pihak ketiga yang belum tentu ada faktanya. Ya akan saya ajukan keberatan, kalau perlu saya somasi nanti. Kepindahan TMS ini kayaknya sepihak, Pemkab tidak mendahulukan azas praduga tidak bersalah. Langsung dikasih sangsi gitu aja,” tukas Mahmud.
“TMS ini tipe guru yang disiplin ya. Jadi ada yang dicubit, ada yang dijewer, untuk laki-laki lho ya, itukan bentuk pendidikan, masak itu bentuk pelecehan kan ngak. Kalau anaknya ya, kita ke papanya, mungkin ditanggapi beda, kemudian dilaporkan itu.Cuma sekali lagi yang saya sesalkan ini, belum ada putusan dari pengadilan kok udah di kasih sangsi ya. Saya ngajukan keberatan, ya kalau bisa ya dikembalikan. Setidaknya di diknaslah minimal, jangan ditaruh di kecamatan, kan ngak ada relefansinya,” imbuhnya. (adi/yan)