Kota Malang
Petani Tebu Malang Raya Deklarasi Pemilu Damai, Tolak Ajang Komoditas Politik
Memontum Kota Malang – Meskipun saat ini petani tebu dalam kondisi terpuruk akibat import gula besar-besaran, namun mereka mengambil sikap menolak jika dijadikan ajang komuditas politik dalam Pemilu Presiden 2019. Para petani Malang Raya yang tergabung dalam APTRI (Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia), lebih memilih mensukseskan Pemilu 2019, aman dan damai. Siapapun nanti yang terpilih berharap bisa mensejahterakan para petani tebu.
DPD (Dewan Pimpinan Daerah) APTRI Kebonagung bersama para petani tebu Malang Raya mendukung pemerintah untuk mensukseskan Pemilu 2019. Deklarasi ini dilakukan oleh para petani pada Sabtu (24/11/2018) siang di Pakis, Kabupaten Malang. Mereka dengan tegas mengatakan tidak akan terjerat dan ikut berpolitik praktis.
Dalam deklarasi itu mereka menyebut beberapa point diantaranya mendukung pemerintah untuk swasembada gula nasional, siap mensukseskan Pemilu 2019, aman, nyaman dan sejuk. Menolak berita hoax, ujaran kebencian, isu sara dan adu domba.
Selain itu mereka juga mengusulkan agar pemerintah menertibkan rembesan gula revinasi ke pasar konsumsi, membatasi import RAW Sugar hanya untuk keperuntukannya dan disesuaikan dengan kebutuhan, waktunya yang terjadwal dan terukur.
Menurut keterangan keterangan Ketua DPD APTRI Kebonagung, Dwi Irianto, bahwa tahun 2018, ini petani tebu mengalami keterpurukan. ” Bahwa kondisi pertebuan Tahun 2018, tidak nyaman. Pendapatan sangat menurun dan bahkan mengalami kerugian. Diantaranya karena ada kebijakan pemerintah yang tidak berjalan dengan baik. Seperti pada Maret 2018, dalam Rakortas kalau Indonesia butuh import gula hingga terbit perintah import gula kristal putih sebanyak 1,1 juta ton. Dalam Rakortas itu import gula sebanyak 1,1 juta ton untuk pasokan 2019. Namun faktanya gula import itu mulai beredar April 2018,” ujar Dwi.
Akibat beredarnya gula import pada April 2018, berimbas ke produksi tebu di Malang Raya. ” Bulan Mei 2018, pas kita giling gula mengalami hambatan dalam penjualan. Bahkan sampai akhir musim giling, gudang masih penuh menumpuk di gudang PG. Bahkan sampai melimpah hingga ditaruh di luar gudang,” ujar Dwi.
Atas keterpurukan ini, dikuatirkan akan ada yang memprovokasi para petani dan menariknya ke ranah yang tidak baik. ” Petani sudah menyadari bahwa situasi ini bisa ditarik ke ranah yang tidak baik. Dimanfaatkan oleh orang yang berkepentingan dan diprovokasi. Janjinnya pasti macam-macam. Oleh karena itu kami membentengi petani tebu bahwa tidak ikut dalam ranah politik. Kami hanya ingin memperjuangkan nasib petani tebu dalam hal ketahanan pangan. Kami mengambil sikap untuk mendukung pemerintah dalam menyelengarakan Pemilu 2019 yang aman dan damai,” ujar Dwi.
Ditambahkan bahwa pihaknya tidak bisa menolak kalau pemerintah import gula. ” Import gula harus dikaji ulang, dan harus dilihat sisa tahun 2018. Kami sadari Indonesia memang kekurangan gula. Kebutuhan kita 5,8 juta ton gula di Indonesia. Namun produksi kita hanya 2,2 juta ton. Disini memang ada kekurangan. Namun import harus terjadwal dan waktunya harus tepat agar petani tidak merugi. Pendapatan para petani tebu sangat minim. Kami kuatir petani tebu tidak gairah lagi dalam menanam tebu. Penghasilan petani tebu perbulan hanya Rp 470 ribu untuk 1 hektar tebu. Itupun dengan catatan lahan milik sendiri dan tidak menyewa. Harapan kami penghasilan petani tebu bisa sesuai UMR di Kabupaten Malang,” ujar Dwi. Perlu diketahui bahwa saat ini di PG Kebonagung ada 55 ribu gula yang belum terserap di pasar. (gie/yan)