SEKITAR KITA
Puluhan Masyarakat yang Tergabung di FKMPL Lurug Kantor Pemkab Lumajang, Tagih Janji Soal Pertambangan
Memontum Lumajang – Puluhan masyarakat yang tergabung dalam Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Lingkungan (FKMPL) Lumajang, menggelar aksi damai di depan Pemkab Lumajang, Kamis (08/04) tadi. Dalam aksinya itu, massa yang juga membentang spanduk tersebut, menyampaikan tujuh poin tuntutan.
Diantaranya, meminta pengembalian kawasan pertambangan ketiga aliran sungai yaitu Glidik, Rejali dan Mujur kepada pertambangan rakyat (IPR) dengan meminta pencabutan Persemen ESDM tentang penetapan kawasan WIUP karena merugikan rakyat kecil.
Baca juga:
- Pemkab Banyuwangi Raih Penghargaan Penyelenggaraan Air Minum Aman dari Menteri PUPR
- Lihat Konser Pembuka Jombang Fest 2024, Seorang Perempuan Terkena Ledakan Petasan
- Pj Bupati Teguh Buka Gelaran Seminar Kebangsaan di Jombang Fest 2024
- Pj Wali Kota Malang Terima Kunjungan Studi Lapangan Peserta Pelatihan Kepemimpinan Kemendagri
- Antisipasi Sengketa Aset, BKAD Sebut Perlunya Kesadaran dan Pelibatan Masyarakat
Lalu, meminta hentikan pengeluaran pasir dari wilayah Lumajang, sesuai dengan resolusi damai yang ditandatangani bersama antara masyarakat dan pemerintah.
Poin tuntutan lainnya, meminta kepada aparat penegak hukum agar melakukan penyelidikan terkait pembendungan aliran sungai Rejali di Dusun Kamar Kajang Desa Sumberwuluh Kecamatan Candipuro, oleh CV Duta Pasir, yang mengakibatkan meluapnya air kepada kepemukiman warga.
Selain beberapa poin tuntutan itu, FKMPL juga meminta kepada pemerintah untuk menutup pertambangan besar (IUP) diseluruh Kabupaten Lumajang, karena sangat merugikan masyarakat dan merusak lingkungan.
Seperti, kerusakan jalan, kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan exploitasi pasir besar-besaran yang sangat mengganggu aktivitas secara umum. Kemudian tuntutan lainnya, menghentikan dan memproses hukum penggilingan batu yang diduga ilegal sejak tahun 2017-2021.
Tuntutan lain yang disampaikan dalam aksi itu, juga diantaranya meminta agar menindak tegas Stokpile yang sebagian besar ilegal sesuai pernyataan Bupati, Thoriqul Haq di Sosmed.
Lalu, memproses secara hukum penambang ilegal pratragedi Salim Kancil yang tertuang dalam laporan Pansus pertambangan DPRD Kabupaten Lumajang tahun 2014, yang diketuai oleh Agus Wicaksono.
Koordinator Aksi Unjuk Rasa, Tosa, mengatakan bahwa pertambangan pasir di Kabupaten Lumajang, merupakan anugerah Tuhan. Harusnya, bisa mensejahterakan rakyat. Tetapi pada kenyataannya, justru malah merugikan.
“Pertambangan yang ada di Kabupaten Lumajang, merupakan anugerah Tuhan yang patut kita syukuri dan harusnya bisa mensejahterakan rakyat. Nyatanya, justru merugikan, terutama masyarakat kecil,” ungkap Tosan.
Ditambahkannya, selama ini masyarakat banyak dirugikan karena yang terjadi, aktivitas pertambangan malah merusak lingkungan. Bahkan, membuat jalanan hancur dan hilir-mudik kendaraan pasir menjadi pemicu kecelakaan lalulintas.
Dirinya meminta, agar Bupati Lumajang memenuhi tujuh poin tuntutan yang menjadi permintaan warga dan mengembalikan kawasan pertambangan pasir di 3 aliran sungai, yakni Sungai Glidik, Sungai Rejali dan Sungai Mujur.
“Sebagai masyarakat yang peduli lingkungan, kami minta pada bupati untuk memenuhi permintaan kami,” paparnya.
Sementara itu, Bupati Lumajang, Thoriqul Haq, saat aksi damai ini berlangsung sedang tidak berada di kantor Pemkab Lumajang. (adi/sit)