Kota Malang
Revisi UU KPK Bergejolak, Berharap Presiden Tidak Tergesa-Gesa Membuat Persetujuan
Memontum Kota Malang – Adanya rencana revisi Undang-undang Nomer 30 Tahun 2002 tentang KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dari inisiatif DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), mendapat banyak penolakan di masyarakat. Sebab Revisi UU KPK tersebut dianggap bisa melemahkan kinerja KPK dalam memberantas Korupsi di Indonesia.
Ada point-point yang bisa melemahkan kinerja KPK yakni menyenai pembentukan Dewan Pengawas KPK. Dalam draf RUU KPK bahwa Dewan Pengawas dibentuk dalam rangka mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK. Tugasnya dalam Pasal 37B RUU KPK adalah memberi izin atau tidak terkait penyadapan, pengeledahan, penyitaan. Selain itu juga menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan dan pegawai KPK.
Selain itu juga memiliki kewenangan menyelenggarakan sidang dugaan pelanggaran kode etik. Kemudian melakukan evaluasi kinerja Pimpinan dan Pegawai KPK secara berkala satu kali dalam satu tahun. Menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Pimpinan dan Pegawai KPK atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang.
Menanggapi adanya Revisi UU KPK tersebut, Prof. Dr. Suko Wiyono, S.H., M.H, Pakar Hukum Tata Negara menyebut bahwa point-point RUU KPK bisa melemahkan kinerja KPK dalam membrantas tindak pidana korupsi.
” Kita melihat bahwa tujuan reformasi antara lain membrantas KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).unruk membrabtas KKN itulah dibentuk KPK. Kinerja KPK sangat bagus. Walaupun tenaga tidak sebanyak penegak hukum yang lain, namun KPK mampu menangkap koruptor dari kelas Kakap, kelas menengah hingga kelas kecil. Kinerja yang bagus dan memiliki perangkat yang canggih. Bisa melakukan penyadapan tanpa diketahui yang bersangkutan,” ujar Prof Dr Suko Wiyono.
Ada yang menjadi prolem dalam RUU KPK yakni adanya dewan pengawas. ” Adanya pengawas boleh-boleh saja. Namun jangan diberi kewenangan yang dapat melemahkan kinerja KPK. Kalau mau melakukan penyadapan harus ijin pengawas, ya bisa bocor. Kalau kewenangan penyadapan itu bocor, bisa seperti harimau tanpa taring. Kalau memang tidak memiliki masalah, kenapa mesti takut disadap,” ujar Suko Wiyono
Rektor Universitas Wisnuwardhana (Unidha) Malang ini berharap Presiden Jokowi tidak tergesa-gesa membuat Suspres persetujuan atas usul Inisiatif Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
“Rencana revisi undang-undang tersebut tidak memenuhi prosedur (tata cara) yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Setiap RUU harus masuk Prolegnas, sedangkan RUU KPK ini tidak masuk Prolegnas,” ujar Suko Wiyono.
Menurut Suko Wiyono yang juga Ketua Senat Universitas Negeri Malang (UM) mengatakan bahwa memang Pasal 23 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pebentukan Peraturan Perundang-Undangan mengatur bahwa DPR atau Presiden dapat mengajukan RUU diluar Prolegnas
” Hal utu apabila ada hal-hal yang luar biasa, ada hal-hal khusus yang memerlukan segera diatur oleh undang-undang. Misal adanya Putusan Mahkamah Konstitusi terkait Yudicial review terhadap undang-undang, yang berdampak akan terjadi kekosongan hukum apabila tidak segera direvisi atau dibuat undang-undang baru. Adanya perjanjian internasional yang perlu segera dirativikasi dan lainnya. Diluar keadaan luar biasa ini, harus melalui prosedur yang diatur dalam Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan,” ujar Suko Wiyono.
Menurutnya RUU KPK ini dibuat sangat tergesa-gesa padahal masa jabatan DPR RI juga akan segera habis dan akan ada pelantikan anggota DPR RI yang baru.
“Bulan depan (Oktober) akan dilantik anggota DPR RI yang baru, agar tidak tergesa- gesa, lebih cermat dan dapat memenuhi prosedur yang diatur dalam Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan, sebaiknya hal ini diserahkan saja kepada DPR RI yang tidak lama lagi akan dilantikn,” ujar Suko Wiyono. (gie/yan)