Bondowoso
Rotasi dan Mutasi Jabatan di Lingkungan Pemkab Bondowoso Tuai Sorotan Ketua Komisi I
Memontum Bondowoso – Rotasi atau mutasi jabatan yang telah dilakukan Bupati Bondowoso, KH Salwa Arifin, pada 03 Januari 2022 lalu, menuai perhatian dari Ketua Komisi I DPRD Bondowoso, H Tohari, Sag. Disampaikannya, bahwa pelaksanaan rotasi jabatan, memang menjadi kewenangan bupati. Hanya saja, dasar atau aturan main yang digunakan, juga harus memiliki esensi atau dasar pelaksanaan.
Salah satunya, pemakaian Perbup dalam rotasi atau mutasi itu. Jangan sampai, ketika Perbup yang digunakan tidak sesuai, maka proses pelantikan bisa mengarah pada cacat hukum. KarenaPeraturan Daerah (Perda) No. 7/2021, perubahan atas Perda No. 7/2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah yang dijadikan cantolan Perbup tersebut, baru berlaku Januari 2022.
“Tidak mungkin, Perbup tersebut dibuat 01 Januari 2022. Sebab, untuk menerbitkan Perbup, harus melalui tahapan fasilitasi Gubernur. Apa tahapan tersebut bisa dijalankan menggunakan bim salabim, lalu Gubernur memberikan petunjuknya,” kata Tohari dengan nada tanya, Sabtu (15/01/2022).
Penyusunan dan pengesahan Perbup, lanjutnya, harus punya dasar hukum yang jelas. Artinya, Perda yang dijadikan rujukan sudah diberlakukan. Hal ini, diatur dalam bagian akhir Perda nomor 7 tahun 2021.
Ditambahkannya, kalau Perbup diterbitkan sebelum Perda diberlakukan, apa tidak melanggar aturan. Kalau sudah melanggar, apa pejabat yang dilantik sah secara hukum. “Kalau tidak sah, apa boleh yang bersangkutan menerima gaji dan hak-hak lainnya,” urainya.
Baca juga :
- DPC PKB Trenggalek Kuatkan Konsolidasi Pemenangan Pilgub dan Pilbup 2024
- Masa Kampanye Pilkada 2024 Bakal Jadi Perhatian Operasi Zebra Semeru
- Sekda Kota Malang Soroti Tingginya ASN Muda yang Tidak Lolos BI Checking di Pengajuan Kredit Perumahan
- Tingkatkan Kamseltibcar Lantas, Polres Trenggalek Gelar Apel Pasukan Operasi Zebra Semeru 2024
- Pemkot Malang Dorong ASN Manfaatkan Program Tapera untuk Kepemilikan Rumah
Perda nomor 7 Tahun 2021, tambahnya, berlaku sejak Januari 2022. Perbupnya sudah diberlakukan 2021. Logika hukumnya bagaimana, kok terbalik. Harusnya, kan yang terbit lebih awal Perda, baru Perbup.
“Sekali lagi saya tegaskan, jika Bupati salah dalam menetapkan keputusan, dampaknya multi efek. Mulai dari keabsahan jabatan yang disandangnya, hingga penggunaan anggaran yang tidak sah,” kritik H Tohari.
Masukan yang diberikan ini, lanjutnya, bukan karena ada kepentingan atau alasan pribadi. Tetapi, lebih untuk menyelamatkan Bupati dari jeratan hukum yang bisa menyeretnya ke pusaran pidana atau lain hal.
Ditambahkannya, sebagai mitra harusnya eksekutif proaktif melakukan komunikasi dengan legislatif. “Masa’ iya, saya meminta Perbup yang menjadi turunan Perda nomor 7 Tahun 2021 saja, kepada pada bagian hukum (Pemkab, red) hingga sekarang masih belum juga diberikan,” paparnya. (sam/zen/sit)