Tulungagung
‘Setan Merah’, Biang Turunnya Jumlah Tangkapan Nelayan Waduk Wonorejo
Tulungagung, Memontum – Waduk Wonorejo merupakan salah satu lokasi penangkapan ikan air tawar di Tulungagung. Sayang, akhir-akhir ini nelayan di sekitar waduk terbesar di Asia Tenggara itu, mengeluhkan menurunnya jumlah tangkapan ikan yang bernilai ekonomis tinggi. Hal ini dikarenakan berkembangnya salah satu ikan predator di lokasi itu. Adalah ikan Red Devil atau yang disebut dengan nama lain “setan merah” yang menjadi biang menurunnya jumlah tangkapan nelayan.
“Tangkapan Nelayan di sekitar waduk Wonorejo menurun, lantaran dihantui oleh setan merah (ikan red devil),” ujar Suwito, salah satu warga dan nelayan sekitar waduk Wonorejo.
Bahkan, peningkatan upaya penangkapan ikan yang dilakukan nelayan tidak memberikan peningkatan hasil tangkapan yang memadai. “Sudah berbagai upaya peningkatan penangkapan ikan dilakukan, tapi hasilnya tidak cukup bagus,” imbuhnya.
Ikan red devil ini dikenal dengan beragam sebutan, antara lain : Oscar/setan merah/lauhan merah/nonong. Ikan ini merupakan kelompok ikan karnivora yang memiliki sifat mudah berkembang biak, mudah adaptasi lingkungan, pemangsa dan rakus sehingga berpotensi menjadi spesies yang mendominasi suatu perairan.
Karena sifatnya yang teritorial dan rakus, melimpahnya ikan red devil di Waduk wonorejo menyebabkan semakin berkurangnya populasi ikan nila sebagai komoditas utama yang dicari nelayan. Karena besarnya gangguan keseimbangan ekosistem perairan umum yang diakibatkan oleh ikan red devil, tidak heran kalau pemerintah menggolongkannya sebagai jenis ikan berbahaya.
Bahkan, melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 41/Permen Kp/2014 tentang Larangan pemasukan Jenis Ikan Berbahaya dari Luar Negeri ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia, pemerintah melarang masuknya ika red devil di wilayah Indonesia. “Karena dianggap berbahaya, pemerintah telah melarang masuknya ikan red devil ke Indonesia,” kata Tatang Suhartono, Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Tulungagung beberapa waktu lalu.
Sayang, larangan pemerintah ini belum sepenuhnya disadari masyarakat. Saai ini, ikan red devil terlanjur dibudidayakan sebagai ikan hias. Karena sudah dipelihara secara luas, resiko masuknya ikan red devil ke perairan umum, baik sengaja maupun tidak, menjadi relatif besar. Hal ini juga meningkatkan ancaman bagi keberlanjutan sumberdaya ikan ekonomis penting di perairan umum daratan. “Sayangnya masih banyak warga yang membudidayakan ikan itu sebagai ikan hias,” tandas Tatang Suhartono.(zul/mzm)