SEKITAR KITA
Sikapi Instruksi Presiden soal Harga Test PCR, National Hospital Surabaya Turunkan Harga
Memontum Surabaya– Rumah Sakit National Hospital Kota Surabaya turut menyesuaikan instruksi Presiden RI, Joko Widodo, berdasarkan surat edaran (SE) dari Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) terkait batas atas tarif tes PCR.
Hal ini dilakukan National Hospital untuk ikut mematuhi Kemenkes yang telah menetapkan batasan tarif pelayanan tes PCR, yakni Rp 495 ribu untuk wilayah Jawa dan Bali. Kemudian, Rp 525 ribu untuk pelayanan tes PCR di wilayah luar Pulau Jawa dan Bali.
Baca Juga:
- Lima Daerah di Jatim Masuk Nominasi Award Peduli Ketahanan Pangan 2024
- HUT 79 Provinsi Jatim, Pj Gubernur Sematkan 10 Lencana Penghargaan Jer Basuki Mawa Beya
- Belum Genap Sepekan Beroperasi, Bus Trans Jatim Koridor V Surabaya-Bangkalan Dilempar Batu
CEO National Hospital Surabaya, Prof. Hananiel Prakasya Widjaya, kemudian mengumumkan soal penurunan tarif layanan PCR dengan harga Rp 492 ribu, hari ini Selasa, (17/08).
“Sesuai arahan dan instruksi Presiden dengan juga dengan surat edaran Kementerian Kesehatan kemarin, kita terapkan harganya Rp 492 ribu untuk pemeriksaan PCR dan medianya bisa dengan saliva maupun dengan swab,” terang Prof. Hananiel.
Dalam penurunan tarif biaya pelayanan tes PCR ini, ia mengungkapkan, bahwa pihaknya memberlakukan langsung dengan tarif subsidi, lantaran tidak bisa mengubah harga reagen.
“Kita berlakukan langsung dengan nama tarif subsidi karena kita tidak bisa serta merta mengubah harga reagen yang kita beli. Ini dari kami, rumah sakit mensubsidi dulu, sambil kita mencoba membenahi struktur pembiayaannya supaya bisa lebih baik lagi,” ungkapnya.
Lanjutnya, pihaknya akan mendorong masyarakat untuk melakukan pemeriksaan PCR mengingat harga yang sudah tidak berbeda jauh antara PCR dengan antigen.
“Harga ini tentu akan mengikuti terus, sambil subsidi ini, kami juga akan mencari struktur biaya yang lebih baik. Ini akan berjalan terus sesuai dengan arahan Pemerintah,” ujarnya.
Namun, Lanjutnya lagi, ia tak memungkiri, bahwa tarif subsidi yang sedang dilakukan oleh National Hospital, juga akan diberlakukannya efisiensi, mengingat harga reagen yang dipesan sudah dalam jumlah yang banyak.
“Kalau kita motifnya ekonomi tentu suatu hal yang cukup berat, karena kita bicara subsidi. tapi ketika bicara rumah sakit ini dari awal ingin membantu pandemi, maka apapun kan kita lakukan, karena subsidi ini kami lakukan sendiri,” tegasnya.
Untuk kedepannya, Prof Hananiel berharap, Pemerintah melalui Kemenkes RI dan Dinkes Provinsi dan Kabupaten/Kota bisa membuat kebijakan yang tidak hanya melihat dari sisi hilir saja, melainkan juga harus melihat sisi hulu. “Hulunya itu dari reagennya, dari distribusi reagen, dan reagen yang masuk kalau bisa diseleksi agar semuanya berkualitas. Saya khawatir kalau ini terjadi perang harga maka mutu akan turun, sehingga terjadi validity dari pemeriksaan PCR akan turun,” ungkapnya. (ade/ed2)