Surabaya

Student Exchange 2019 di Australia, Tak Sekadar Duta SMAMDA, tapi Duta Bangsa

Diterbitkan

-

Pelajar SMAMDA tiba kembali di Surabaya. Sebelumnya mereka bertolak dan tinggal beberapa saat di Australia. Selain ikut belajar langsung di sekolahan di Negeri Kanguru, mereka juga saling bertukar wawasan seputar seni-budaya antara dua bangsa.

Memontum Surabaya—-Program Student Exchange 2019 antara Sekolah Menengah Atas Muhammadiyah 2 (SMAMDA) Surabaya dengan Goulburn Valley Grammar School (GVGS) di Shapperthon Victoria Australia berhasil dituntaskan siswa-siswi yang mengikutinya. Pelajar yang masuk dalam rombongan merasakan lebih dari sekadar Duta SMAMDA, namun Duta Bangsa. Tak berlebihan kiranya, lantaran pelajar tersebut mampu memperkenalkan dan membuat pelajar Australia teringat kuat akan budaya Indonesia. Setibanya di Surabaya dan bersekolah kembali, 10 pelajar itu berbagi cerita kepada sesama siswa-siswi, Rabu (27/2/2019).

Rayzan Rahmananda, Aini Saffana Amalia,  R. A Faya, Dewi Purnamasari, Rafida Mahmud, Nadhira Soraya, Aurellia Asusila adalah di antaranya dari 10 siswa-siswi yang masuk dalam rombongan.

“Kami berangkat ke Australia 18 Februari hingga 25 Februari 2019, dengan disertai seorang guru pendamping,” Rayzan Rahmananda mengawali cerita.

Ditemui di SMAMDA Jalan Pucang Anom Surabaya, siswa yang akrab disapa Rere ini menyebut dia bersama teman-temannya ikut proses pembelajaran. Termasuk mengikuti kelas olahraga, yang kebetulan saat itu praktek Kano.

Advertisement

Pelajaran Biologi dengan mendatangi Fauna Park juga diikuti. Dimana taman fauna tersebut mengedepankan satwa asli Australia, Koala dan Kanguru.

“Sisi menarik dari pembelajaran di Australia adalah besarnya persentase praktek dibanding teori. Termasuk untuk mata pelajaran bidang social humanity sekalipun, yang saat delegasi SMAMDA disana ikut praktek bersosialisasi dengan kawan hingga membuat karya tulis,” papar Rere.

Kalau di Indonesia memisahkan antara SMP dengan SMA, di Australia tidak demikian. Sebaliknya, SMP dan SMA langsung linier, mulai kelas VII hingga XII. Untuk awal tahun ajaran baru juga berbeda, kalau di Indonesia mulai Mei hingga Juni, sedangkan di Australia mulai Februari.

“Disini (Indonesia) dipisahkan antara IPA dan IPS. Disana (Australia) pelajar disuruh pilih subjek sendiri sesuai yang diinginkan dan disukai. Bisa mengkombinasikan antara IPA dan IPS. Dan tiap tahun perpaduan IPA serta IPS ini bisa diganti,” Rere kembali berbagi pengalaman.

Advertisement

Cara penggunaan bahasa Inggris yang benar tak ketinggalan dipelajari. “Yang sifatnya positif kita bawa dan tularkan ke teman-teman di sekolah,” Rere menutup cerita.

Syuhada I A Gomes selaku guru pendamping menambahkan jika pelajar selama di Australia tinggal secara life in, menetap di rumah warga. “Kami kontrol ibadah anak-anak selama di Australia. Toleransi antar umat beragama disana sungguh luar biasa. Terbukti disana juga ada siswa dari Afghanistan, Pakistan dan India yang notabene muslim ikut sekolah,” papar Gomes.

Gomes mengapresiasi siswa-siswi yang didampinginya yang sukses membawakan drama Bawang Merah dan Bawang Putih. Tampilan pemain drama dengan pakaian tradisional Jawa mampu menarik perhatian pelajar Australia.

“Dengan menggunakan bahasa Inggris membuat pelajar di Australia bisa memahami pesan dan isi cerita Bawang Merah dan Bawang Putih. Ada nilai-nilai kearifan lokal yang disampaikan anak-anak melalui drama,” Gomes menutup cerita. (sur/ano/yan)

Advertisement

Advertisement

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker

Refresh Page
Lewat ke baris perkakas