Hukum & Kriminal
Upah Belum Terbayar, Para Pekerja Rusunawa Berlanjut Mogok
Memontum Malang – Upah belum terbayar, puluhan pekerja proyek pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) ASN di kawasan block office masih melakukan aksi mogok. Akibatnya, kondisi bangunan rumah masa depan ASN ini hingga saat ini masih dalam kondisi mangkrak.
Beberapa pekerja nampak ada yang duduk-duduk sambil berbincang dengan rekan seprofesinya.
Salah seorang pekerja yang enggan disebutkan namanya mengatakan, sebagian pekerja masiih memilih mogok. Hal tersebut dilakukan masih dikarenakan alasan yang sama, yakni karena gaji mereka belum dibayarkan.
“Masih belum lanjut mas, lha wong juga masih belum dibayar. Nek seng neng kidul uwis dibayar, tapi seng lor durung enek seng dibayar, makanya milih mogok ae, yo iki bates e. (Kalau yang sisi selatan sudah dibayar mas, tapi kalau yang sisi utara belum, makanya milih mogok saja, ya ini mas batasnya pas tengah),” ujarnya sambil menunjuk salah satu sisi bangunan.
Berbeda dengan keterangan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya (DPKPCK) Kabupaten Malang, Wahyu Hidayat beberapa waktu lalu. Ia mengatakan bahwa hari Jumat (11/1/2019 lalu masalah keterlambatan honor pekerja pembangunan proyek Rusunawa ASN yang menyebabkan pekerjanya mogok, telah selesai.
Saat kembali dikonfirmasi pada Selasa (15/1/2019) kemarim, Wahyu mengatakan, bahwa dalam proyek tersebut, ia tidak mempunyai kewenangan apapun untuk melakukan tindakan.
“Sekali lagi saya sampaikan, itu kan proyek pusat. Kami tidak punya kewenangan apapun. Segalanya dari pusat, termasuk dari proses lelang dan lainnya. Kita hanya mengawasi, jika ada yang kurang, kita hanya bisa melaporkan ke satker (satuan kerja) di provinsi,” ujarnya saat ditemui di Pendapa Panji Kabupaten Malang.
Selain keterlambatan gaji, Wahyu juga tidak menampik bahwa memang dalam pengerjaan proyek tersebut memang ada kemunduran. Namun ia menyebut, kemunduran yang dihadapi tidak hanya ada di Malang. Ia menjelaskan kemunduran tersebut dikarenakan memang ada adendum dari pihak Kementrian selama 3 bulan hingga bulan Maret.
“Itu memang karena ada adendum selama bulan dari kementrian. Dan itu bukan hanya ada di malang, di Lamongan juga seperti itu,” imbuh Wahyu.
Namun, pihaknya optimis, proyek tersebut bisa selesai tepat waktu. Ia kembali menegaskan, dalam proyek tersebut DPKPCK tidak punya kewenangan apapun. Wahyu menyebut, pihaknya hanya berhak melakukan pemantauan dan melaporkan manakala ada sesuatu yang dirasa belum cukup.
“Apalagi terkait sanksi, kami tidak punya kewenangan apapun. Sifatnya kami hanya memfasilitasi. Tapi kami tetap memantau, kalau ada perkembangan apapun, kami laporkan pada satker,” pungkas Wahyu. (sur/oso)