Pemerintahan
Wali Kota Sutiaji Paparkan Inovasi Si Ikan Nila di Ajang Sinovik 2021
Memontum Kota Malang – Dengan mengusung inovasi Si Ikan Nila, Kota Malang masuk dalam top 99 gelaran Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (Sinovik) 2021 yang dihelat oleh Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB). Sehingga Kamis (08/07) siang ini, bertempat di Ngalam Command Center, Wali Kota Malang, Sutiaji, kembali memaparkan dan mengikuti penilaian secara virtual dalam rangka menuju top 45 Inovasi Nasional.
Dijelaskan Wali Kota Sutiaji, inovasi Si Ikan Nila merupakan sentra intensif budidaya ikan nila menggunakan sistem bioflok. “Karya yang berasal dari Kelurahan Bakalankrajan itu menjadi inovasi pelayanan publik sebagai perwujudan percepatan reformasi birokrasi dan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan,” jelasnya.
Baca juga:
- Hadiri Rembug Warga Bakalan, Paslon Abadi dari Nomor Urut 3 Kota Malang Dapat Dukungan Pemenangan
- Transformasi Layanan Kesehatan Primer, Dinkes Kabupaten Malang Kick Off ILP di Pendopo Agung
- Lima Daerah di Jatim Masuk Nominasi Award Peduli Ketahanan Pangan 2024
Sebagai salah satu inovasi unggulan di Kota Malang, Si Ikan Nila memiliki beberapa keunikan. Salah satunya adalah inovasi budidaya ikan nila merah pada lahan tidak produktif atau sempit kawasan perkotaan menggunakan teknologi bioflok, berbasis kewilayahan dan keswadayaan dengan sistem kemitraan.
“Saya kira Kelurahan Bakalankrajan mampu menjadi pioner bioflok secara kewilayahan dengan berbasis pemberdayaan masyarakat dan keswadayaan wilayah. Karena inovasi ini juga bukan hanya sekedar budidaya biasa namun lebih jauh telah mampu terintegrasi dari hulu sampai dengan hilir di wilayah Kelurahan Bakalankrajan. Mulai dari pembenihan, pembesaran, edukasi teknis kolam, pengolahan pasca panen, pariwisata sampai dengan pemasaran menjadi satu kesatuan usaha yang dilaksanakan bersama-sama,” beber Wali Kota Sutiaji.
Untuk Hasil panennya, imbuh pemilik kursi N1 itu, telah dijual dan dimanfaatkan oleh beberapa pelaku usaha di bidang kuliner. Sehingga terjadi peningkatan pendapatan masyarakat pekerja sektor informal yang mencapai Rp1,8 juta persiklus perkolam. Tentu, ini mampu menurunkan tingkat pengangguran dimana muaranya terdapat 85 pembudidaya dan 121 orang pelaku usaha pendukung budidaya.
“Dengan 85 pembudidaya yang mayoritas adalah generasi milenial, produksinya bisa tembus sampai 26,4 ton dan omzet Rp 660,9 juta pertahunnya. Ini adalah potensi yang luar biasa bagus sehingga patut kita apresiasi,” ujar Sutiaji.
Hal menarik lainnya dijelaskan Sutiaji adalah konsumsi ikan yang kian meningkat serta gizi masyarakat membaik. “Tingkat angka stunting juga menurun di wilayah kelurahan Bakalankrajan. Inovasi ini patut kita support demi kemaslahatan masyarakat,” papar Sutiaji. (hms/mus/ed2)