Surabaya
Warga Jarak-Dolly Gugat Walikota, Kasatpol PP dan Kapolrestabes Surabaya
Mata Pencaharian Hilang, Minta Ganti Rugi Rp 2.700.072.014.000
Memontum Surabaya — Puluhan massa mengatasnamakan kelompok masyarakat korban penutupan lokalisasi Jarak-Dolly menggelar aksi damai di Pengadilan Negeri Surabaya, saat mendaftarkan gugatan ke Risma selaku Walikota Surabaya, Kasatpol PP dan Kapolrestabes Surabaya, Selasa (23/1/2018). Sudah berjalan 3,5 tahun peristiwa represif yang dilakukan aparat keamanan sebagai bentuk dari arogansi pemerintah, terkait penutupan Lokalisasi di wilayah Jarak -Dolly pada tanggal 27 Juli 2014.
Perlu diketahui bahwa rencana penutupan wilayah tersebut masih agenda kinerja Komisi D DPRD Surabaya. Statusnya masih dibahas dan belum dinyatakan tutup. Karena belum ada ganti rugi termasuk pemberian sumber ekonomi dan kehidupan yang layak bagi warga Jarak-Dolly. Padahal sebelum adanya Deklarasi Penutupan yang dilakukan Pemerintah Kota Surabaya di Islamic Center, di acara tersebut Ketua Komnas HAM menyatakan, pemerintah tidak melakukan penutupan atau kekerasan pada warga yang menggantungkan hidupnya pada perekonomian Lokalisasi Jarak – Dolly.
Sebelum penutupan harus dilakukan dialog antara warga dengan Pemkot Surabaya. Ini menjadi dasar kesepakatan bersama agar kedua belah pihak saling menguntungkan. Jika Pemkot Surabaya melakukan pemaksaan atau kekerasan, ini melanggar hak asazi manusia dan perampasan hak ekonomi warga Jarak – Dolly.
Padahal di wilayah Jarak -Dolly telah dibangun swadaya masyarakat, yang menjadi mata pencarian. Tapi apa yang telah didapatkan oleh warga Jarak-Dolly setelah ditutup, yaitu kemiskinan. Ini merupakan tanggung jawab Pemkot Surabaya. Dalam hal ini Pemkot Surabaya diduga bertentangan dengan tujuan kemerdekaan dan amanat Konstitusi alenia ke 4 Pembukaan UUD 1945, pasal 27 ayat 2, pasal 33 ayat 1 Bab XA tentang HAM.
Pasca penutupan Jarak-Dolly, karena wilayah tersebut dinilai tempat maksiat dan sampah masyarakat, Pemerintah Kota Surabaya mendapatkan penghargaan Walikota terbaik se Asia. Menurut Okky Saputra selaku kuasa hukum warga Jarak-Dolly, sejumlah 1800 orang yang menjadi korban, akan mendaftarkan gugatannya di Pengadilan Negeri Surabaya.
”Selama ini, warga Dolly merasa dibohongi oleh Risma terkait penutupan lokalisasi Jarak-Dolly, karena tidak ada komunikasi yang baik. Menyikapi sebelum dan sesudahnya penutupan lokalisasi Jarak-Dolly, secara terang dan jelas, dimana kita menemukan alat bukti surat dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia. Adanya dugaan tindak kejahatàn Hak Asazi Manusia saat penutupan lokalisasi Jarak -Dolly Medio 2019 lalu,” jelas Okky Saputra.
“Kami akan melakukan upaya hukum diantaranya pidàna kejahatan hak asasi manusia (HAM), gugatan class action, tindak pidana korupsi (Tipikor). Bahkan kita pernah mengirim surat somasi, sayangnya pihak Pemkot Tidak pernah mengindahkan somasi tersebut. Ada indikasi salah satu bank milik pemerintah, dimana saldonya kosong. Jika secara riil kita menghitungnya, tahun 2014 sampai 2018, mereka tidak mendapatkan haknya. Sebenarnya rekening tersebut diisi secara rutin. Menurut kami, seharusnya ganti rugi yah ganti rugi. Tapi nyatanya dari 1800 orang ini, mereka belum dibayar,” tambah Okky Saputra.
”Tidak ada perjanjian secara tertulis tetapi hanya dijanjikan pada saat deklarasi. Tapi kita punya bukti rekening tabungan kosong. Salah satu contoh ada rumah warga yang ditutup dan dijanjikan akan dibeli. Tapi sampai sekarang tidak dibeli. Bahkan dijanjikan akan dibukakan tempat usaha nyatanya tidak ada. Kami akan mengugat Tri Risma Hartini selaku Walikota Surabaya, Satpol PP dan Kapolres Surabaya, terkait dengan Gugatan Class Action yang berisi permohonan (Petitum ) semua kerugian In materian dan material senilai Rp 2.700.072.014.000,” jelas Okky Surya Tama. Sampai berita ini ditayangkan, pihak terkait belum bisa dikonfirmasi, diantaranya Risma Walikota Surabaya, Satpol PP dan Kapolrestabes Surabaya. (sri/yan)