Kota Malang
Aliansi Mahasiswa Resah Kota Malang Turun Jalan Tolak RKUHP
Memontum Kota Malang – Aliansi Mahasiswa Resah (Amarah) Kota Malang, melakukan aksi turun jalan di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang, Rabu (06/07/2022) tadi. Dalam aksi tersebut, mereka melayangkan tuntutan menolak keras Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Koordinator Lapangan Amarah, M Nizar Rizaldi, mengatakan dalam proses perancangan undang-undang tersebut, ditemui sejumlah kecacatan formil maupun materiil. “Kami nilai, di dalam RKUHP mengalami permasalahan. Seperti aspek formil, yakni minimnya partisipasi publik dalam pembentukan peraturan tersebut dan tidak diselenggarakan dengan konsultasi publik,” ujar Nizar.
Amarah memberikan tiga tuntutan, yakni mendesak pemerintah dan DPR RI untuk melakukan transparansi terhadap RKUHP, sesuai dengan ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tak hanya itu, mereka juga mendesak untuk mendengarkan dan mempertimbangkan, hingga memberikan respon terhadap aspirasi yang dinyatakan oleh masyarakat.
Baca juga :
- Pemkot Malang Targetkan Penyelesaian Masalah Anak Putus Sekolah Rampung di 2024
- Bakesbangpol Kota Malang Pastikan TPS Pilkada 2024 Aman dari Banjir di Musim Penghujan
- Atasi Lonjakan Harga Sembako Menjelang Pilkada, Pemkot Malang Siapkan Operasi Pasar
- Datangi Kampung Biru, Abah Anton Terima Dukungan untuk Kembali Memimpin Kota Malang
- Pj Wali Kota Malang Tekankan Kewaspadaan Dini Jaga Kondusifitas Pilkada 2024
“Kami mengajak kepada seluruh elemen masyarakat pro-HAM dan demokrasi untuk bersolidaritas dalam mendesak pemerintah dan DPR, untuk melakukan transparansi terhadap draft RKUHP. Ini juga bakal segera disahkan pada Juli 2022 mendatang, akan tetapi belum dilakukan revisi,” lanjutnya.
Kemudian, tambahnya, kecacatan yang menjadi sorotan adalah pengaturan hukum yang hidup di dalam masyarakat yang tertuang dalam Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 598. Di luar itu, terkait Pasal 273 dari aspek penyelenggaraan aksi massa, saat dikaji bahwa terdapat sebanyak 14 aspek yang bermasalah dari berbagai pasal di dalam R-KUHP tersebut. “Dari pasal ini, ruang demokrasi terbatasi dan pemerintah membatasi kebebasan berpendapat dan berekspresi dengan ketiadaan indikator yang jelas,” katanya.
Dengan ini, menurut Nizar KUPH merupakan produk kolonial yang sudah semestinya diperbarui setelah 75 tahun Indonesia merdeka. Namun, KUHP baru yang digadang-gadang menjadi pembaharuan regulasi pidana di Indonesia ini malah menjadi suatu pedang tajam yang menusuk langsung rakyat Indonesia. “Sejumlah pasal kontroversial ini jadi salah satu titik tumpu kita untuk menolak draft RKUHP. Maka dari itu penting bagi kita terus mengawal dan mengkritisinya,” imbuhnya.
Sebagai informasi, dalam aksi tersebut juga ada penampilan teatrikal dialogis, dimana ketiga anggota Amarah menggunakan topeng ketiga petinggi yang terlibat RKUHP. Diantaranya adalah Ketua DPR RI, Puan Maharani, Wakil MenkumHAM, Edward O. S Hiariej dan Presiden RI, Joko Widodo. (rsy/gie)