Kota Malang
Bung Edy Pastikan Visi SAE Dukung Perkembangan Seni di Malang
Memontum Kota Malang — Hidup tanpa seni rasanya hampa. Maka supaya hidup terasa indah dan bermakna untuk semua orang perlu berkesenian. Seni merupakan hasil cipta rasa dan karsa manusia yang tidak ternilai harganya. Di Kota Malang sejak era tahun 1970an dikenal sebagai barometer musik nasional. Pada era itupulah di Kota Malang tumbuh berbagai macam kesenian tradisional dimasyarakat.
Tidak sebatas itu, ditengah kemajemukan masyarakat Kota Malang. Maka lahirlah beragam produk kesenian dan ketrampilan masyarakat. Baik berupa produk cenderamata yang dikelola ratusan pelaku UMKM maupun produk seni lagu dan tari tradisional.
Semua hasil karya seni warga Kota Malang selalu menarik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. Kini salah satu produk seni lagu dan tari yang membumi dan menjadi bagian dari kehidupan seni masyarakat kota Malang adalah Campursari.
Pasangan calon Walikota Malang nomor urut 3, H Sutiaji-Sofyan Edy Jarwoko (SAE) sangat mengapresiasi keberadaan musik Campursari di Kota Malang. Lewat Campursari bisa menyatukan semua perbedaan dan penafsiran yang terjadi ditengah masyarakat.
Ditengah kesibukannya menghadiri kampanye politiknya Bung Edy, panggilan akrab Sofyan Edy Jarwoko sempat menikmati pergelaran Campursari.
Campursari dalam dunia musik nasional Indonesia mengacu pada campuran (crossover) beberapa genre musik kontemporer Indonesia.
“Saya termasuk orang yang suka dan gemar mendengarkan musik campursari. Iramanya merdu ditelingga. Lagu lagunya mengikuti perkembangan zaman. Bahkan langam Jawa bisa diiringi dengan musik campursari,” ucap Bung Edy.
Kata Bung Edy, nama campursari diambil dari bahasa Jawa yang sebenarnya bersifat umum. Musiknya modifikasi gamelan yang dapat dikombinasi dengan instrumen musik barat, atau sebaliknya, dengan pakem langgam Jawa dan Gending yang disukai masyarakat.
Campursari dipopulerkan oleh Manthous dengan kelompoknya “Maju Lancar” yang memasukkan keyboard ke dalam orkestrasi gamelan pada akhir 1980-an, yang selanjutnya secara pesat masuk unsur-unsur baru seperti langgam Jawa (keroncong) dan dangdut.
Menurut Bung Edi, “Di tengah membanjirnya hiburan berbasis teknologi digital saat ini, seni Campursari yang berbasis kearifan lokal ini layak dipertahankan bahkan ditingkatkan kualitasnya, misalnya dengan menyediakan Gedung Pertunjukan Seni yang representatif”.
Tokoh-tokoh musisi dan penyanyi Campursari yang menjadi ikon seni tradisional ini antara lain Manthous, Didi Kempot, Koko Thole, Sunyahni, Nuhana, Cak Diqin dan Soimah Pancawati.
Di kota Malang Campursari sudah lama dikenal, dan menjadi huburan rakyat yang masih bertahan, bahkan berkembang hingga hari ini. “Saya dan Pak Sutiaji selalu mendukung perkembangan seni musik, tari, lukis dan semua jenis kesenian di Kota Malang. Seni merupkan roh dalam kehidupan. Jadi perlu kita dukung perkembangannya,” tandas Bung Edy. (man/yud)