Ngopi pagi
Ajaran Islam Itu Tidak Saklak, Lalu Bagaimana….?
Hikmah Ramadhan hari ini, bersama KH Moch Nur Kholili, seorang mubaligh kondang di Kabupaten Malang bahkan Jawa Timur. Sosok kiai muda yang berdomisili di Desa Sumberejo, Kecamatan Pagak Kabupaten Malang ini memaparkan, bahwa islam itu agama yang Rahmatan Lil Alamin.
“Yang penting Kecipratan/kena tempias, ” ujar Kiai Kholili beberapa waktu lalu, mengawali perbincangan.
Diuraikan, seperti shalat lima waktu,misalkan seseorang baru sempat menjalankan ibadah shalat magrib dan Isya,itu sudah kecipratan dua, maka shalatnya disebut miksagrib artinya Isya’ dan Maghrib.
Begitu halnya denga Al-Qur’an yang berjumlah sebanyak 30 juz itu, tidak mungkin semua orang orang bisa menghafalnya.Terpenting kecipratan,seperti hafal juz Amma,surah Yasin, sekalipun hanya surat Al Ikhlas. Terpenting kecipratan.
“Kesimpulannya, Islam itu tidak saklak,tidak semuanya global. Seperti Mbah Sunan Kudus dalam dakwahnya selalu mampu beradaptasi dengan nilai lokal. Seperti ‘Wehono teken marang wong kang wuto(kasihlah tongkat kepada orang yang buta)Wehono Mangan wong kang luwe(kasih makan bagi mereka yang sedang kelaparan) ‘Wehono sandang marang wong kang mudo(beri pakaian kepada mereka yang tengah telanjang), ” papar kiai Kholili mengutip penggalan da’wah Sunan Kudus kala itu.
Lanjutnya, ibaratkan masyarakat ini tengah masuki salah satu tempat maksiat.Terdapat sebuah perbedaan, jika mereka sedang masuk di pondok pesantren. Mereka akan diberi pelajaran tentang tata cara shalat, baca Qur’an, wirid dan lain sebagainya.
Bagaimana jika seseorang tengah masuk disalah satu tempat maksiat? Apalagi, masyarakat kita terdiri dari berbagai kalangan. Mulai dari kalangan pemabuk, penjudi. Karenanya, dalam memberikan dakwah itu harus Rahmatan Lil Alamin.
“Misalkan kita sedang memberi dakwah kepada seorang penjudi adu ayam.Kita anjurkan dengan untain kata selembut mungkin. Adu ayam itu sampai menang, tetapi bila dengar suara azan, kamu shalat dulu. Setelah itu diadu lagi.Karena itu memang hobbimu, ” paparnya dengan contoh santun.
Walaupun itu seorang bajingan tukang adu ayam,terpenting masih shalat. Di dalam sebuah kitab Nasolibat disebutkan, jika orang seseorang sudah bersujud,ada debu menempel di dahi, itu bisa meredam murkanya Allah.
“Siapa tahu,ketika mereka sedang adu ayam, terdengar suara adzan, lalu mereka sujud. Allah meredam marahnya. Sehingga mereka dapat hidayah, maunah. Akhirnya, berhenti dari perbuatan berjudi dan menjadi orang yang bertaubat, ” bebernya mengakhiri wawancara. (Sur/oso)