Pemerintahan
Bupati Arifin Lempar Kepala Kerbau di Dam Bagong
Memontum Trenggalek – Lestarikan tradisi Nyadran, Bupati Trenggalek Mochammad Nur Arifin beserta istri ikut melempar kepala kerbau ke Dam Bagong. Upacara adat yang dilakukan ini disebut dengan bersih Dam Bagong atau Nyadran.
Berbicara Trenggalek tentu tak lepas dari kisah Menak Sopal yang membangun Dam Bagong. Kisah tersebut juga yang melatar belakangi tradisi Nyadran oleh masyarakat Kelurahan Ngantru yang terus dilestarikan hingga sekarang.
Turut menjadi bagian melestarikan tradisi turun temurun tersebut, Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin, didampingi istri Novita Hardiny yang ikut melempar kepala kerbau ke Dam Bagong, Jum’at (19/7/2019) siang.
Tradisi Nyadran merupakan wujud rasa syukur masyarakat petani kepada Tuhan. Dengan adanya Dam Bagong, persediaan pengairan untuk persawahan dan ladang warga terjamin. Acara juga terselenggara berkat hasil dari sedekah dari para petani yang teraliri sungai dari Dam Bagong untuk kemudian digelar tasyakuran.
“Jangan lupakan sejarah, pendahulu maupun agama kita mengajarkan kepada kita untuk mengambil hikmah dari sejarah tersebut, ” ucap Bupati Nur Arifin.
Bupati Trenggalek tersebut juga menghimbau agar tradisi Nyadran tidak hanya dibesarkan acaranya, tetapi juga ditambah kekhidmatan acaranya.
“Kita menghormati leluhur, khususnya Menak Sopal yang sudah membangun Dam Bagong sejak abad ke-16 dan mengairi ribuan hektar lahan sawah di Kabupaten Trenggalek, khususnya di Kecamatan Trenggalek dan Pogalan, ” imbuhnya.
Lebih lanjut, Arifin mengungkapkan, Menak Sopal merupakan tokoh yang pertama kali membuat Trenggalek yang terkenal dengan kekeringannya bisa teraliri air. Dengan membangun Dam Bagong ini.
“Semoga upacara adat bersih Dam Bagong ini akan tetap dijaga dan dilestarikan sebagai bentuk penghormatan kita kepada leluhur yaitu Ki Ageng Minak Sopal dalam memberikan kehidupan kepada masyarakat khususnya di Kabupaten Trenggalek, ” pungkas Arifin.
Dalam sejarahnya, Bagong memang tidak dibangun sendirian oleh Menak Sopal, namun juga atas bantuan masyarakat sekitar. Sehingga untuk mengenang keguyub rukunan tersebut, hingga saat ini masyarakat bersedekah hewan kerbau.
Kepalanya dilempar lalu diperebutkan lagi oleh masyarakat, sementara dagingnya dibagikan juga kepada masyarakat yang telah bergotong royong melestarikan tradisi tersebut. (mil/yan)