Lamongan
Bupati Fadeli Kumpulkan OPD, Datangkan Pakar, Satukan Komitmen Turunkan Kemiskinan
Memontum Lamongan—Bupati Fadeli secara khusus mengumpulkan seluruh Kepala organisasi pernagkat daerah (OPD) dan Camat dalam satu sesi focus group discussion (FGD) membahas program kemiskinan di ruang Sasana Nayaka Pemkab Lamongan. Selasa, (4/12/2018).
Dia menghadirkan Bagong Suyanto dari Departemen Sosiologi FISIP Universitas Airlangga dan Teguh Pramono Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Jawa Timur. Hal tersebut dilakukannya untuk menyatukan komitmen pengentasan kemiskinan dan penurunan jumlah pengangguran.
Menurutnya, penurunan kemiskinan di Kabupaten Lamongan sangatlah alot, bahkan angka pengangguran sempat meningkat.
Prosentase jumlah penduduk miskin di Kabupaten Lamongan hanya turun 0,47 persen dari tahun 2016. Yakni dari angka 14,89 persen menjadi 14,42 persen di tahun 2017.
Sedangkan untuk Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dari angka 3,5 persen di tahun 2016 menjadi 4,12 persen di tahun 2017.
“Meskipun dari data terakhir TPT, ada penurunan menjadi 3,17 persen,” ungkap Fadeli.
Padahal, lanjut Fadeli, program untuk mengurangi kemiskinan tidak hanya dari APBD Lamongan saja. Tetapi juga banyak program dari APBD Propinsi Jawa Timur dan APBN.
“Bagaimana bisa dengan banyaknya program dari APBD Lamongan, APBD Propinsi Jawa Timur dan APBN, prosentase penduduk miskin hanya turun 0,47 persen. Oleh karena itu disini kita diskusikan apa yang sebenarnya terjadi. Kita bedah dan menyamakan persepsi tentang kemiskinan,” ajak Fadeli.
Bupati Fadeli berharap melalui focus group discussion (FGD) tersebut bisa didesain program-program untuk pengentasan kemiskinan dan mengurangi pengangguran yang lebih tepat sasaran.
Menurut Teguh Pramono, garis kemiskinan Propinsi Jawa Timur saat ini berada pada Rp 373.574. Angka ini berarrti, seseorang dikatakan miskin saat pengeluaraannya berada di bawah Rp 373.574 per bulan.
Angka kemiskinan di Lamongan seperti disampaikan Teguh masih berada di zona kuning. Sementara di Jawa Timur terdapat beberapa kabupaten yang angka kemiskinannya dalam zona merah, salah satunya tetangga Lamongan.
Sedangkan menurut Bagong Suyanto, jika didasarkan pada aksioma ekonomi, saat pertumbuhan ekonomi meningkat, maka seharusnya kemiskinan turun dan akan menurunkan angka pengangguran.
Bagong mengungkapkan sejumlah hipotesisnya, mengapa hal tersebut tidak berlaku di Kabupaten Lamongan.
Salah satunya menurut Bagong bisa saja sumber-sumber pertumbuhan ekonomi yang tumbuh hanya dikuasai oleh orang-orang tertentu dan tidak mengalir kebawah.
Sedangkan hipotesis kedua, bisa jadi ada unsur politik yang berperan. Sehingga program kemiskinan tidak tepat sasaran, karena hanya mengandalkan program populis.
Dia merujuk program populis itu seperti Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar serta penggratisan tol Suramadu.
“Digratiskannya tol Suramadu bukannya mempercepat pertumbuhan ekonomi di Madura, namun sebaliknya. Masyarakat Madura sekarang lebih sering belanja ke Surabaya, sehingga perputaran uang tidak terjadi di Madura, tapi malah tersedot ke Surabaya,” katanya memberi contoh.
Bagong menyarankan untuk membantu warga miskin dengan program pemberdayaan, di bidang yang biasa mereka geluti. Sehingga warga miskin yang selama ini memang tidak berdaya, tidak perlu bersaing dengan pemilik modal. (Fiq/zen/yan)