Pemerintahan
Bupati Situbondo Kukuhkan Pengurus Cabang Asosiasi Penghulu, Periode 2020-2021
Memontum Situbondo – Bupati Situbondo, Karna Suswandi, meminta kepada para Penghulu untuk berperan aktif dalam menekan angka pernikahan dini di Situbondo, yang masih terhitung tinggi.
“Penghulu punya peran penting dalam menekan angka pernikahan dini. Mereka berada di garda terdepan, karena pintu masuk untuk melangsungkan pernikahan, ya lewat penghulu,” kata Bupati, dalam acara Pengukuhan Pengurus Cabang Asosiasi Penghulu, periode 2020-2021, di Pendopo, Rabu (07/04).
Bupati mengemukakan, pernikahan dini memicu tingginya kasus stunting di Situbondo, yang saat ini mencapai 26,4 persen. Angka ini akan ditekan sampai 13 persen dalam kurun waktu tiga tahun ke depan.
“Penghulu juga punya tanggung jawab untuk menekan angka stunting di Situbondo, yang disebabkan oleh pernikahan dini,” tegas Bung Karna, sapaan akrab bupati Situbondo.
Baca Juga :
- Soroti Prodamas, Calon Wali Kota Kediri Bunda Fey Sebut Program Kesejahteraan Masyarakat Harus Lanjut
- Tingkatkan Nilai Keislaman Pelajar, Pemkab Banyuwangi Kembali Gelar FAS
- Kunjungi Kelurahan Manisrenggo, Bunda Fey juga Beri Perhatian Khusus untuk Penyandang Disabilitas
- Datangi Pasar Oro-Oro Dowo, Abah Anton-Dimyati Disambut Yel-Yel Menang Total
- Pj Wali Kota Malang Dukung Jaminan Sosial Ketenagakerjaan untuk Petugas Pilkada 2024
Bung Karna mengajak para penghulu untuk bersinergi, bahu membahu agar pernikahan dini bisa diminimalisir sekecil mungkin. Sehingga angka stunting sekaligus kematian ibu dan anak yang kini masih tinggi, bisa ditekan.
“Kita akan sinergi dan bekerjasama dalam wujud pengabdian kepada masyarakat, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing,” katanya.
Sementara itu, Kasubag Tata Usaha (TU) Kemenag Situbondo, Chaironi mengaku, secara yuridis formil, yang berhak memutuskan dan menganalisa, bahwa pernikahan itu tidak melanggar hukum dan kemudian sah untuk dilaksanakan, adalah Penghulu.
“Penghulu yang berhak memutuskan apakah pernikahan dini itu mau dilanjutkan atau dicegah. Kalau penghulu punya komitmen kuat, dan taat hukum, maka pernikahan dini dapat kita tekan seminimal mungkin,” terang Chaironi di acara yang sama.
Lebih lanjut, Chaironi mengatakan, kendala terbesar sehingga sulit mencegah pernikahan dini, yakni kurangnya kesadaran masyarakat. Kebiasaan para orang tua di Situbondo, khususnya di pedesaan, mengikat anaknya dengan pertunangan diusia dini.
“Ketika tunangan, mereka menganggap setengah sah perkawinan, sehingga jika ada sesuatu terjadi penghulu dipaksa menikahkan, padahal umur mereka belum memenuhi syarat,” bebernya.
Tak hanya rendahnya kesadaran masyarakat, lanjut Chaironi, pemerintah juga memberikan kemudahan kepada pasangan usia dini yang berusia di bawah 19 tahun, yang akan menikah karena suatu hal, dengan mengajukan dispensasi kawin.
“Penghulu dipaksa untuk menikahkan, walaupun itu ada celah hukum. Apalagi, ada dispensasi kawin dari pemerintah, sehingga perkawinan sah dilakukan meskipun usia belum memenuhi syarat,” terangnya.
Dia menambahkan, jika pernikahan dini juga menjadi penyumbang tingginya angka perceraian di Situbondo. Oleh karenanya, sudah saatnya angka kasus pernikahan dini harus ditekan seminimal mungkin, karena mempunyai dampak di berbagai aspek. “Penyumbang perceraian terbesar adalah pernikahan dini. Termasuk juga akan berdampak terhadap stunting, maupun angka kematian ibu dan anak,” imbuhnya. (her/ed2)