Surabaya
Disabilitas UTBK di UNAIR, Febri Ingin Jadi Penulis
Memontum Surabaya—-Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) gelombang pertama sebagai syarat mengikuti Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) tahun 2019, digelar di Universitas Airlangga (UNAIR), Sabtu (4/5/2019). Pada sesi kesembilan tersebut, terdapat seorang peserta UTBK penyandang disabilitas tuna netra.
Rektor Universitas Airlangga Prof Dr Mohammad Nasih, SE., MT., Ak., CMA., turut memantau jalannya ujian. Di hadapan awak media, Prof Nasih menyampaikan Sabtu (4/5) adalah hari terakhir UTBK gelombang I, yang terdapat sesi sembilan dan sesi sepuluh.
“UTBK secara umum berjalan dengan baik. Proses ujian berjalan dengan baik. Tingkat ketidakhadiran peserta UTBK sangat kecil. Kerja sama dengan kawan-kawan kampus mitra sangat baik,” kata Nasih.
Menurutnya, terdapat seorang peserta berkebutuhan khusus yang mengikuti UTBK, yaitu Huriyah Dhawy Febrianti yang disapa Febri. Febri merupakan siswa dari SMAN 8 Kota Surabaya. Febri adalab pelajar berkebutuhan khusus tuna netra.
Febri mengikuti UTBK di ruang Pusat Inovasi Pembelajaran dan Sertifikasi (PIPS) UNAIR.
Dalam pelaksanaannya UTBK untuk peserta berkebutuhan khusus, panitia menyediakan aplikasi yang didesain secara khusus untuk peserta difabel dengan menggunakan scan reader.
Setelah selesai mengikuti UTBK, Febri menyebut melaksanakan ujian dengan lancar, tidak ada hambatan yang berarti.
Febri berkeinginan kuliah di Universitas Airlangga pada prodi Sastra Indonesia.
Febri ingin memilih pilihan pertama yakni prodi Sastra Indonesia dan pilihan kedua yakni prodi Sastra Inggris. Gadis itu berkeinginan menjadi seorang penulis dan editor.
“Sejak dulu, Febri berkeinginan kuliah di Universitas Airlangga yang merupakan salah satu universitas terbaik di Indonesia. Febri juga menyampaikan bahwa dalam melaksanakan UTBK, pendampingan dilakukan sangat baik.
Pendampingan yang baik seperti ini dipertahankan,” harap Febri.
Penyandang disabilitas membutuhkan pendampingan yang baik seperti ini. “Dan penggunaan alat bantuan juga dapat digunakan dengan baik,” imbuh Febri.
Harapannya jika bisa berkuliah di UNAIR adalah tidak dibedakan dalam segala hal dan diperlakukan sama seperti mahasiswa umum lainnya.
Sementara itu, ibu kandung Febri, Irene, yang turut mendampingi putrinya menyampaikan anaknya ingin memperdalam minatnya yaitu menulis dengan berkuliah di prodi Sastra Indonesia UNAIR.
Irene berharap Febri mendapat tempat yang sama di universitas. Febri berhak melanjutkan sekolah dan berhak menuntut ilmu di perguruan tinggi negeri (PTN).
Irene juga berharap, universitas di Indonesia khususnya di Surabaya mendukung Febri. Apa yang Febri cita-citakan tidak terhambat di bangku pendidikan.
“Yang saya harapkan dari pemerintah adalah pendampingan. Pendampingan di tempat pendidikan Febri. Dukungan dari pemerintah di bidang pendidikan. Pemerintah mendukung terutama di bidang fasilitas,” terang Irene.
Mengenai proses ujian UTBK untuk tuna netra, Agung selaku IT ruang UTBK menuturkan bahwa dalam menjawab soal UTBK dan mendengar peserta UTBK, penyandang tuna netra melakukan semuanya sendiri dengan menggunakan scan reader. Pendamping diperlukan untuk membantu persoalan teknis. Namun, secara umum peserta mengerjakan sendiri. (sur/ano/yan)