Probolinggo
Harga Kedelai Naik, Ini Tanggapan Kepala DKUPP
Memontum Probolinggo – Pemerintah terus berupaya mencari solusi atas melambungnya harga kedelai di pasaran. Butuh strategi yang tepat untuk membantu menekan harga kedelai impor. Operasi pasar nyaris tidak mungkin dilakukan mengingat harga produsen sudah cukup tinggi.
Kepala Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Perdagangan dan Perindustrian (DKUPP) Kota Probolinggo, Fitriawati, mengatakan langkah kami akan meninjau langsung untuk memastikan kebutuhan para produsen tempe yang ada di wilayah Kelurahan Sumbertaman Kecamatan Wonoasih Kota Probolinggo.
Baca juga:
- Lihat Konser Pembuka Jombang Fest 2024, Seorang Perempuan Terkena Ledakan Petasan
- Masa Kampanye Pilkada 2024 Bakal Jadi Perhatian Operasi Zebra Semeru
- Tingkatkan Kamseltibcar Lantas, Polres Trenggalek Gelar Apel Pasukan Operasi Zebra Semeru 2024
“Kami akan berkoordinasi dengan pihak propinsi dan memastikan bahwa memang harga sejak dari produsen sudah tinggi. Mereka menginginkan adanya bantuan, ini yang perlu kita tindaklanjuti,” terangnya, Jumat (28/05) tadi.
Kemudian, tambahnya, untuk mengakomodasi permintaan subsidi, pihaknya akan mencari langkah. “Kalaupun operasi pasar, harga bahan baku saja sudah Rp 10 ribu dari produsen. Kami akan berkoordinasi dengan propinsi,” bebernya.
Fitriawati menambahkan, penyebab kenaikan harga kedelai mahal dikarenakan permintaan kedelai global meningkat, selain itu produsen terbesar kedelai dunia adalah negara Amerika yg pada saat ini belum memasuki musim panen kedelai. Amerika pemasok kedelai dunia terbesar hampir 80 sampai 90 persen
“Banyak kapal besar baik dari Tiongkok maupun negara maju lain tidak bisa mengangkut produksi kedelai karena adanya pembatasan dan syarat yang ketat di masa pandemi Covid-19,hal ini yang menyebabkan harga kedelai impor naik yang bisa mempengaruhi harga kedelai ditingkat nasional hingga ketingkat konsumen,” imbuhnya.
Sementara untuk produksi kedelai lokal, tidak tinggi. Para produsen tempe, juga lebih suka produk impor karena dianggap lebih baik kualitasnya. “Selain itu produksi dalam negeri tidak sebanding dengan biaya pertanian,” jelasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, melonjaknya harga kedelai dari Rp 8 ribu per kilogram menjadi Rp 10 ribu per kilogram dalam sepekan terakhir membuat puluhan pembuat tempe rumahan di Kampung Tempe Kelurahan Sumbertaman, Kecamatan Wonoasih, Kota Probolinggo meradang.
“Yang jelas dengan naiknya harga kedelai tersebut membuat penghasilan kita menurun. Sekarang jangan mikir untungnya bisa makan saja sudah alhamdulilah,” kata salah satu pembuat tempe rumahan di Kampung Tempe Rt02 Rw02 Kelurahan Sumbertaman, Haryanto.
Haryanto menambahkan, bahwa kedelai yang mengalami kenaikan tersebut adalah kedelai impor, Itu yang naik adalah kedelai dari luar kita pakai kedelai impor karena hasil tempe nya bagus sementara untuk kedelai lokal hasil tempe kurang bagus.
“Jadi meskipun harga kedelai naik kita tetap produksi karena itu menjadi satu satunya mata pencaharian kami, Meskipun untungnya hanya cukup buat makan,” ujar Haryanto. (geo/ed2)