Kota Malang
Kakak Lawan Adik Ipar, Apeng Minta Keadilan
Memontum Kota Malang — Dalam persidangan Senin (5/3/2018) siang di PN Malang, terdakwa Timotius Tonny Hendrawan alias Tonny Hendrawan Tanjung alias Ivan alias Apeng, (58), warga Puri Palma V, Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, meminta keadilan kepada mejelis hakim.
Dalam sidang agenda pembelaan terdakwa ini, Sumardhan SH, kuasa hukum Apem membacakan 38 lembar pembelaan. Sedangkan Apeng sendiri membacakan 11 lembar pembelaan. Diantaranya membeberkan semua fakta-fakta dalam persidangan dengan harapan mendapat keadilan dan hakim memvonis bebas. Dalam sidang Senin depan, JPU Hadi Riyanto SH, meminta untuk memberikan jawaban pembelaan terdakwa.
Usai persidangan, Sumardhan SH menjelaskan bahwa pihaknya meminta keadilan epada majelis hakim supaya putusannya membebaskan terdakwa. “Kami meminta keadilan. Disini Chandra, tidak dirugikan. Apa yang dirugikan oleh Chandra. Uang Apeng di Chandra ada kelebihan Rp 11,1 miliar. Ini tidak logika, kalau Apeng dianggap berkewajiban membayar atau dipermasalahkan terkait sertifikat 102 yang dalam dakwaan seharga Rp 615 juta. Disini yang harusnya dirugikan adalah Apeng karena ada kelebihan uang di Chandra Rp 11,1 miliar,” ujar Sumardhan.
Dalam pembelaan nya Sumardhan memnyebutkan kejanggalan selama dalam persidangan. Diantaranya terkait BAP palsu dan para saksi yang tidak pernah mengetahui adanya jual beli antara Apeng dan Chandra.
“Jaksa penuntutu umum tidak bisa membuktikan kesalahan terdakwa. Pertama surat dakwaan berdasarkan pada BAP palusu. Kedua, Semua keterangan saksi yang disampaikan tidak mengetahui secara langsung akte jual beli dan tidak mengetahui jual beli. Ketiga bahwa alat bukti yang dipakai JPU adalah akte PPJB yang dibuat di notaris Budiman. Padahal akte itu tidak pernah dilampirkan pada BAP polisi. Akte tersebut itu tidak dijadikan dasar dalam membuat dalam surat dakwaan. Padahal sudah diketahui bahwa penjualan sertifikat 102, pada Tahun 2005 antara Apeng dan Hadian Ramadhan di Notaris Budiman itu tidak benar. Apeng tidak pernah menjual sertifikat itu ke Hadian,” ujar Sumardhan.
Dia juga menjelaskan bahwa seharusnya JPU membuktikan apa yang disampaikan di surat dakwaan. “Harus membuktikan apa yang ada di surat dakwaan, bukan mencari alat bukti lain. Harus menggunakan sumber hukum dari BAP polisi. Sebab dengan apa yang ada di BAP baru kemudian dituangkan dalam surat dakwaan. Sebab yang kami ketahui dalam surat dakwaan yang digunakan akte yang dibuat di Wahyudi Suyanto, namun tidak pernah dibuktikan dalam persidangan. Selain itu Akte di Wahyudi juga sudah batal karena karena sudah melahirkan akte jual beli yang baru,” ujar Sumardhan.