Surabaya
Khofifah Siapkan Regulasi Baru Tanggap Darurat Bencana
Memontum Surabaya—Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim segera menyiapkan regulasi baru terkait tanggap darurat bencana. Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa berharap, dengan regulasi tersebut maka penanganan bencana termasuk pemberian bantuan korban di lapangan bisa dilakukan secara detail dan menyeluruh berdasarkan aturan yang berlaku.
“Regulasi ini nantinya bersifat regional bisa berupa peraturan daerah (perda) maupun peraturan gubernur (pergub) sebagai referensi untuk mengatur soal pemberian bantuan bagi korban termasuk berapa besarnya,” kata Khofifah saat memimpin Rapat Terbatas (Ratas) tentang Penanganan Bencana Alam di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Kamis (4/4/2019).
Menurutnya, dalam regulasi tersebut nantinya akan diatur jumlah anggaran yang bisa dikeluarkan untuk mengintervensi risiko bencana alam. Termasuk membahas kriteria resiko bencana seperti rumah rusak berat, rusak ringan, santunan kematian, santunan sakit, sampai dengan bantuan bila ada lahan yang gagal panen atau rusak.
“Jadi saat kita turun harus sudah jelas apa yang bisa dilakukan dan atas dasar apa. Jadi ketika tanggap darurat bantuan yang kita berikan bisa langsung menyentuh kepada korban,” katanya.
Untuk itu, ia meminta agar kekosongan regulasi ini bisa segera disisir. Ia juga meminta agar beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jatim dan Dinas Sosial Provinsi Jatim bisa duduk bersama membahas detail regulasinya. Apalagi OPD tersebut berkaitan langsung ketika bencana terjadi.
“Termasuk nanti membahas tugas dan tanggungjawab kab/kota. Kalau bisa bersinergi dengan instansi terkait seperti Kementerian Sosial, terutama intervensi soal tanggap darurat,” jelasnya.
Gubernur Khofifah mengatakan, regulasi atau dasar hukum terkait penanganan bencana ini sangat penting mengingat 80 persen wilayah Jatim memiliki potensi kerawanan bencana. Mulai banjir, longsor, puting beliung, hingga gempa bumi.
Khofifah juga mengingatkan soal antisipasi menghadapi bencana kekeringan, dimana sebentar lagi akan masuk musim kemarau. Ia meminta agar OPD terkait seperti BPBD segera menyiapkan tangki air dan pembangunan sumur bor oleh Dinas PU Cipta Karya.
“Dari data BPBD bisa terkoneksi dengan Dinas PU Cipta Karya, Dinas ESDM maupun Biro Sumber Daya Alam, di titik atau daerah mana sumur yang tidak keluar air. Karena bila sudah kekeringan, kita harus lihat langkat berkelanjutan, mereka tidak hanya butuh tangki air tapi bagaimana air ditarik dengan pipa sampai berapa kilometer,” katanya.
Sementara itu, Kepala BPBD Provinsi Jatim, Subhan Wahyudiono mengatakan, secara geografis, Jatim memiliki tujuh gunung api aktif dari 127 gunung api aktif yang ada di Indonesia.
Jatim juga merupakan daerah rawan gempa bumi, karena berdekatan dengan jalur pertemuan lempeng tektonik, yaitu lempeng Indo-Australia. Tidak hanya itu, Iklim tropis menyebabkan sering terjadi banjir, tanah longsor, cuaca ekstrim, dan kekeringan di beberapa wilayah di Jawa Timur.
Menurutnya, berdasarkan kajian bencana 2016-2020 ada 12 bencana, diantaranya banjir, gempa bumi, kekeringan, tanah longsor sampai dengan tsunami. Untuk bencana banjir sendiri setidaknya ada 22 kab/kota yang rawan banjir.
Hal ini dikarenakan Provinsi Jatim dilalui tujuh Wilayah Sungai (WS), yakni WS Bengawan Solo, WS Brantas, WS Welang-Rejoso, WS Pekalen-Sampean, WS Baru-Bajulmati, WS Bondoyudo-Bedadung, dan WS Madura. Kemudian untuk daerah rawan bencana longsor ada di 13 kab/kota dan rawan kekeringan di 23 kab/kota.
“Strategi penanggulangan bencana, kami lakukan mulai tangap darurat hingga pasca bencana. Dan di Jatim ini dari 2.742 desa/kelurahan yang rawan bencana, sudah ada 381 desa/kelurahan yang sudah tangguh bencana,” katanya. (sur/ano/yan)