Kota Malang
Manfaatkan Air Buangan, WAPO Sabet Juara 1 LoGrak 2018
Memontum Kota Malang – Mengusung WAPO (Wasted Hydropower), tim Al-Amin yang diketuai oleh Muhamad Syukri Abdul Jalil, bersama dua anggotanya Ariq Kusuma Wardana dan Mochammad Muchlis Triwahyudi, mahasiswa Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (TE FT-UB), berhasil menjuarai Lomba Gagasan & Rancangan Kreatif (LoGrak) 2018 bertemakan “Internet of Thing (IoT) dan Renewable Energy Technolgy dalam Era Revolusi Industri 4.0” persembahan Himpunan Mahasiswa Teknik Elektro Politeknik Negeri Malang (Polinema).
Internet of Things masih menjadi topik hangat, utamanya bagi tim Al-Amin yang berhasil menjadi Juara 1 pada tema Renewable Energy Technolgy dengan penelitian berjudul WAPO, Pembangkit Listrik Tenaga Air Buangan Pada Gedung Bertingkat. Syukri mengungkapkan, terciptanya karya ini dilatar belakangi oleh peningkatan laju pertumbuhan penduduk di Indonesia yang diiringi peningkatan kebutuhan energi listrik oleh masyarakat.
“Selama ini masyarakat masih menggunakan energi tak terbarukan. Energi listrik dari batubara dan minyak bumi lama kelamaan akan habis, belum lagi polusinya yang bisa dibilang cukup tinggi. Jadi diperlukan energi alternatif yang dapat menggantikannya,” terang mahasiswa TE FT-UB 2016 ini.
Menyadari hal itu, tim Al-Amin berusaha menawarkan alternatif solusi dengan memanfaatkan air buangan pada gedung bertingkat, guna menghasilkan energi listrik yang murah dan mudah diaplikasikan. Alat ini berupa pipa didalamnya terdapat kincir yang berfungsi mengkonversi energi potensial yang terdapat pada air buangan menjadi energi kinetik yang berupa putaran. Energi kinetik tersebut akan dikonversi oleh generator dc menjadi energi listrik, yang selanjutnya disimpan ke dalam baterai.
Berdasarkan hasil analisis pada gedung bertingkat dengan tujuh lantai, alat ini dapat menghasilkan daya listrik sebesar 281,4 watt yang dapat dimanfaatkan sebagai penerangan jalan yang ada di sekitar gedung atau sebagai penerangan beberapa ruangan yang ada di dalam gedung. Daya yang dihasilkan tersebut besarnya bergantung pada debit air (Q) dan ketinggian (Head), sehingga dapat bertambah apabila diterapkan pada gedung dengan lantai yang lebih banyak dan ketinggian yang lebih tinggi.
“Karena bergantung debit air dan ketinggian, minimal ketinggiannya 14 meter. Semakin banyak buangan air, maka energi yang tersimpan semakin besar, sehingga daya listrik juga semakin besar,” jelas Ariq.
Ariq menambahkan, timnya tidak menyangka bisa mengungguli universitas-universitas dari seluruh Indonesia. “Sungguh diluar ekspektasi tim kami. Tim dari UB hanya kami saja yang lolos final, alhamdulillah bisa menjuarai kategori Renewable Energy,” ungkapnya bangga.
Di bawah bimbingan Ir. Teguh Utomo, MT, prototype ini dipersiapkan kurang dari seminggu, namun hasil yang peroleh sangat memuaskan. Pun dengan biaya peralatan hanya Rp 100.000. “Harapannya ke depan, alat ini lebih disempurnakan lagi dan dilakukan pengujian agar siap di implementasikan ke masyarakat. Mengingat alat ini mendukung program Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait energi terbarukan,” jelas Muchlis. (rhd/yan)