Berita Nasional
Menaker Terus Perbaikan Tata Kelola Penempatan dan Pelindungan ABK Indonesia
Memontum Jakarta – Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK) di kapal berbendera asing, masih rentan menjadi korban eksploitas. Untuk itu, perlunya peningkatan perlindungan bagi para ABK. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), pun terus membenahi tata kelola penempatan dan pelindungan Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia, yang bekerja di kapal berbendara asing.
“Pemerintah telah dan terus berupaya untuk melakukan langkah-langkah pembenahan pelindungan bagi awak kapal perikanan yang memang secara karakteristik lebih rentan terhadap tindak eksploitasi,” kata Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, saat menyampaikan Keynote Speech pada seminar Melindungi ABK Indonesia di Kapal Asing yang diselenggarakan oleh Indonesia Ocean Justice Initiative di Jakarta, Rabu (14/04) tadi.
Baca juga:
- Besok, 32 Ribu Peserta Bakal Ikuti Tes SKD CPNS di Kota Malang
- Pemkab Banyuwangi Raih Penghargaan Penyelenggaraan Air Minum Aman dari Menteri PUPR
- Lihat Konser Pembuka Jombang Fest 2024, Seorang Perempuan Terkena Ledakan Petasan
- Pj Bupati Teguh Buka Gelaran Seminar Kebangsaan di Jombang Fest 2024
- Pj Wali Kota Malang Terima Kunjungan Studi Lapangan Peserta Pelatihan Kepemimpinan Kemendagri
Menaker Ida menyampaikan, perbaikan tata kelola ini akan mudah direalisasikan jika terdapat instrumen hukum yang mengaturnya. Oleh karena itu, pemerintah saat ini masih terus menyelesaikan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI), terutama terkait aturan turunan berupa Peraturan Pemerintah (PP), untuk penempatan dan pelindungan awak kapal niaga maupun perikanan yang bekerja di kapal berbendera asing. Saat ini, rancangan PP telah selesai proses harmonisasi dan telah diajukan ke Sekretariat Negara.
Menaker Ida menyatakan, RPP tersebut membawa harapan agar pelindungan ABK menjadi lebih lengkap atau paripurna mulai dari sebelum, selama, dan setelah bekerja. Selain itu, permasalahan dualisme perizinan, lemahnya pendataan dan koordinasi antar K/L terkait, rendahnya kompetensi awak kapal perikanan kita, serta lemahnya pengawasan, diharapkan juga tidak lagi muncul.
“Substansi pada Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pelindungan Awak Kapal, yang mana rujukan pengaturannya kita ambil, baik dari instrumen internasional, yaitu Konvensi ILO mengenai maritim (Maritime Labour Convention) dan Konvensi ILO Nomor 188 mengenai Pekerja di Sektor Perikanan, serta aturan perundang-undangan nasional terkait lainnya, seperti di bidang pelayaran, kepelautan, serta perikanan,” jelas Menaker Ida.
Pihaknya, juga senantiasa melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan penempatan pekerja migran, termasuk yang menempatkan awak kapal perikanan, guna memastikan perusahaan ini dalam operasionalnya tidak melanggaran aturan.
Kepala BP2MI, Benny Rhamdani, menjelaskan bahwa pokok permasalahan sulitnya penanaganan ABK perikanan di Indonesia, yakni muaranya adalah ketidakjelasan tata kelola penempatan ABK. Hal ini, dikarenakan masih terdapatnya tumpang tindih dalam memberikan izin penempatan bagi awak kapal yang ingin bekerja di kapal berbendara asing.
Sebagai penutup, Menaker Ida mengapresiasi Indonesia Ocean Justive Initiative (IOJI) yang concern terhadap isu pelindungan awak kapal migran Indonesia. Salah satu kontribusinya yakni dalam bentuk Policy Brief mengenai Perbaikan Tata kelola Pelindungan ABK Indonesia di Kapal Ikan Asing. (hms/ker/aye/sit)